GenPI.co - Akademisi politik Rochendi meminta DPR untuk segera merevisi UU Pemilu jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan ambang batas presiden (presidential threshold) 20 persen sebagai inkonstitusional.
Langkah tersebut harus diambil meskipun pendapat pribadi para anggota DPR menolak pengembalian presidential threshold menjadi 0 persen.
“Keputusan MK itu harus diterima dan diakui oleh semua pihak, meskipun tanpa persetujuan DPR. Apa kewenangan DPR dalam keputusan itu? Ini adalah putusan hukum,” ujarnya kepada GenPI.co, Selasa (21/12).
Rochendi memaparkan bahwa Indonesia menganut asas trias politika, yaitu legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
Oleh karena itu, tiap-tiap lembaga harus menghormati alur dalam membuat keputusan sesuai dengan bidangnya.
“Jangan sampai salah satu pihak merasa di atas pihak yang lainnya. DPR punya kedudukan yang setara dengan eksekutif dan yudikatif. DPR harus menghormati keduanya,” paparnya.
Lebih lanjut, Rochendi menilai bahwa DPR kini sudah menjadi bagian dari para oligarki yang ingin mengatur pemerintahan sesuai dengan keinginan mereka.
“Negara ini adalah negara hukum, sehingga tak bisa DPR main tolak putusan hukum yang dikeluarkan MK. Walaupun terlihat dinamis dan demokratis, putusan MK tidak bisa diveto oleh DPR,” ungkapnya.
Pakar politik itu pun meminta masyarakat untuk mengambil bagian dalam melawan para oligarki di pemerintah.
Pasalnya, semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah atas dasar keinginan oligarki tentu akan merugikan masyarakat luas.
“Kalau masyarakat menganggap ini sudah kelewatan, mereka tentu harus ikut memperjuangkan nasib bangsa ini,” tuturnya.
Namun, langkah tersebut terhalang oleh pemerintah yang kerap memusuhi pihak-pihak yang melemparkan kritik.
“Hal itu membuat masyarakat jadi takut duluan dan tak lagi berani menyuarakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah,” paparnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News