GenPI.co - Akademisi politik Kacung Marijan memberikan pendapatnya soal Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang terus menambah posisi wakil menteri di jajaran pemerintahannya.
Kacung mengatakan bahwa posisi wakil menteri yang semula merupakan jabatan birokratis, kini berubah menjadi jabatan politis.
Oleh karena itu, penunjukkan wakil menteri sekarang ini menjadi hak prerogatif presiden.
Menurut Kacung, hal ini sudah terjadi sejak pemerintahan Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.
“Dulu, jabatan wamen itu diisi oleh birokrat senior minimal bergolongan IV B. Namun, sejak pemerintahan SBY periode 2, wamen bukan jabatan karier lagi,” ujarnya kepada GenPI.co, Minggu (9/1).
Kacung mengatakan bahwa posisi wakil menteri sebenarnya dibutuhkan jika beban kerja menteri dinilai cukup berat. Misalnya, menteri luar negeri dan menteri keuangan.
“Menlu itu banyak ke luar negeri, sehingga urusan internal ditangani wamenlu. Sementara itu, beban kerja menkeu yang besar juga membutuhkan wamenkeu,” katanya.
Sementara itu, jika beban kerja menteri tak terlalu besar, posisi wakil menteri sebenarnya tak terlalu diperlukan.
“Kalau masalah kebijakan tak bisa selesai di Eselon I dan perlu back-up, kementerian itu butuh posisi wakil menteri,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi menambah sepuluh jabatan wakil menteri yang berpotensi diisi.
Sepuluh jabatan itu adalah Wakil Menteri Sosial, Wakil Menteri ESDM, Wakil Menteri Investasi, Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas, Wakil MenPANRB, serta Wakil Menteri Perindustrian.
Kemudian, ada juga Wakil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Wakil Menteri Koperasi dan UKM, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, serta Wakil Menteri Dalam Negeri. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News