GenPI.co - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai jumlah pemilih muda di Indonesia sangat banyak, tetapi peran mereka hanya sebatas penonton.
Hal itu diungkapkan Khoirunnisa Nur Agustyati dalam diskusi "Politisi Muda Bukan Sekadar Dagangan Elektoral" pada Minggu (13/3).
Perempuan yang akrab disapa Ninis itu menilai para pemilih muda masih berada di barisan belakang dan melihat kegaduhan politik dari jauh.
"Selama ini, jumlah pemilih muda banyak, tetapi masih dianggap jadi penonton yang melihat dari jauh," jelas Ninis.
Menurut Ninis, partisipasi pemilih selama ini hanya dilihat sesuai target angka.
"Kita selalu bangga kalau angka partisipasi pemilih di atas 75 persen. Namun, penilaian akan partisipasi pemilih tak cukup sampai di situ," ungkapnya.
Ninis mengatakan bahwa partisipasi pemilih sebelum dan setelah datang ke tempat pemungutan suara (TPS) juga harus dianggap penting.
"Mereka bukan sekadar ‘voters’, tetapi juga sebagai ‘demos’. Kalau target kita hanya angka, tentu akan menimbulkan beberapa masalah," jelas Ninis.
Misalnya, partisipasi pemilih pada 2019 tercatat tinggi, hampir 80 persen dari total pemilih nasional.
Namun, suara tak sah dalam Pemilu 2019 ada sekitar 17 juta suara.
"Hal itu ironi, banyak suara tidak sah. Kalau dikonversi, 17 juta suara itu setara dengan sekitar 60 sampai 70 kursi di DPR dan itu hilang," tuturnya.
Selain itu, Ninis menginginkan Pemilu 2024 menjadi momen baru dengan calon presiden dan dinamika kepemiluan yang berbeda.
"Periode kedua pemerintahan saat ini sudah habis pada 2024 dan semua capres pada Pemilu 2024 akan baru. Momen ini seharusnya bisa memunculkan calon-calon alternatif dan muda," imbuh Ninis.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News