GenPI.co - Hilangnya madrasah dalam draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi perbincangan hangat di publik.
Hal itu pun mendapat respons dari banyak pihak, salah satunya Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
Menurut Abdul, tidak adanya kata madrasah dalam pasal-pasal mengenai jenis, jenjang, dan jalur pendidikan, memiliki tiga efek besar.
"Pertama, dikotomi sistem pendidikan nasional," ujar Abdul kepada GenPI.co, Selasa (29/3).
Abdul mengatakan, hal itu bertentangan dengan UUD 1945 yang menghendaki adanya integrasi pendidikan dalam satu sistem nasional.
"Kedua, masalah kesenjangan mutu pendidikan," kata Abdul.
Dia menambahkan, tidak adanya kata madrasah bisa menjadi alasan Kemendikbudristek dan pemerintah tidak membantu atau mengalokasikan anggaran pembinaan madrasah.
"Ketiga, dikotomi pendidikan nasional yang tak dikelola baik akan menimbulkan masalah disintegrasi bangsa," kata Abdul.
Abdul mengatakan, kata madrasah di dalam RUU Sisdiknas tidak bisa ditawar lagi.
Menurutnya, masuknya kata madrasah sejalan dengan tujuan negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Secara kualitas mutu pendidikan madrasah relatif tertinggal dibanding sekolah. Masalah ini tidak boleh diabaikan," jelasnya.
Oleh karena itu, Abdul meminta kata madrasah tetap masuk RUU Sisdiknas.
Sekum Muhammadiyah itu bahkan berpendapat kalau administrasi dan pembinaan pendidikan idealnya di bawah satu kementerian, yakni Kemendikbudristek.
"Memang belum semua setuju, tetapi wacana tersebut perlu dikaji," kata Abdul.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News