Politisi Golkar Yakin DPD Lompat Indah Dukung Munaslub Jika Airlangga Tersangka

02 Agustus 2023 17:30

GenPI.co - Politisi senior Golkar, Lawrence Siburian, mengakui pertemuan 38 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Golkar Provinsi berjudul silaturahmi di Bali bukanlah forum resmi Golkar yang hasilnya mengikat DPD-DPD.

"Itu kesepakatan ngopi-ngopi karena tidak ada dalam aturan organisasi. Kalau dikumpulin ketum ya DPD datang. Apakah di situ ada keputusan? Enggak ada. Dan itu tidak mengikat," ucap Lawrence, dalam keterangannya, Rabu (2/8/2023).

Lawrence menyebutkan DPD-DPD masih tiarap karena suara-suara musyawarah nasional luar biasa (munaslub) mengancam pencalegan mereka.

BACA JUGA:  Airlangga Hartarto Jatuh Bila Tokoh Senior Golkar Turun Gunung, Kata Pengamat

"Ketua DPD itu kami bicara. Kalau ada Munaslub ya mereka akan lompat indah semua. Itu sudah karakter Golkar. Kami sudah matang berorganisasi, kami hormati kalau misal dipanggil ya datang. Kalau nanti ada munas pasti semua ikut," terangnya.

Lawrence menjelaskan saat ini munaslub bisa terjadi kalau Airlangga mundur atau tersangkut masalah hukum di Kejaksaan Agung (Kejagung).

BACA JUGA:  Airlangga Hartarto Digoyang, Waketum Golkar: Nggak Ada Niat Munaslub

"Kami punya data apa yang dilakukan sudah dianalisis dan jangan kasus ini dipolitisasi dan kriminalisasi. Ini penegakan hukum. Karena begitu Pak Airlangga jadi ketum, pidato pertama dia akan berantas korupsi," tegas dia.

Sementara itu, pengamat politik dari Citra Institute Efriza menilai hal yang wajar jika kader dan senior Golkar mendesak diadakan munaslub.

BACA JUGA:  Airlangga Hartarto Dihadapkan Kasus Hukum, Politisi Senior Golkar Buka Suara

Sebab salah satu penyebab terus turunnya suara Golkar ialah karena lemahnya kepemimpinan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang secara personal tidak memiliki kepimpinan yang kuat.

"Kalau dilihat seperti ini tentu yang menyebabkan tren penurunan Golkar terpengaruh juga oleh tokoh dari Partai Golkar sendiri atau ketua umumnya yang secara elektabilitas saja tidak bisa bertarung dengan calon-calon yang lain nah ini tentu memprihatinkan," ujar Efriza.

Efriza menambahkan selama memimpin partai berlogo pohon beringin itu, Airlangga kelihatan lebih condong mengerjakan tugas sebagai menteri koordinator bidang perekonomian dibandingkan dengan mengurus Golkar, tidak seperti layaknya para ketua umum Golkar sebelumnya.

"Kedua memang terlihat sekali fokusnya Airlangga itu lebih ke pemerintahan, untuk dirinya, untuk individunya dibandingkan untuk Golkarnya, karena di eranya Airlangga itu Golkar tidak ada semboyannya, semboyan atau kekuatan konsolidasinya apa sih yang dia ingin keluarkan," paparnya.

Baginya, ketokohan Airlangga sebagai pucuk pimpinan partai tidak memiliki daya tawar yang tinggi di percaturan politik nasional.

Golkar yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) saja ditinggalkan oleh rekan koalisinya yakni PAN dan PPP.

"isi yang lain Airlangga juga perhitungannya sangat lemah ketika dia di KIB dia malah ditinggalkan oleh PPP berarti kan posisinya Airlangga dalam posisi tawar-menawar dalam posisi lobi juga lemah," beber Efriza.

Padahal menurut Efriza, Airlangga memiliki modal besar untuk menjadi tokoh yang diperhitungkan dan membawa Golkar lebih besar, tetapi Airlangga tidak bisa memanfaatkan dengan baik kekuatan yang ada dalam dirinya.

"Pertanyaannya Airlangga ini bagaimana dia punya kekuatan ekonomi, punya jaringan ekonomi karena dia menteri ekonomi dia juga ketua umum dia dekat dengan Pak Jokowi, terus ayahnya juga mantan menteri dia di DPR pernah kenapa seperti tidak ada gaungnya tidak ada kekuatannya," ucapnya.

Untuk itu, Efriza menyarankan agar Airlangga fokus pada salahsatu peran yang diambil, mau tetap menjadi ketua umum partai atau seorang menteri seperti halnya Suharso Monoarfa yang legowo menyerahkan ketua umum PPP ke orang lain.

Lebih jauh kata Efriza, saat ini Airlangga terseret namannya dalam dugaan kasus korupsi izin ekspor sawit mentah atau crude oil palm (CPO) yang sedang dilakukan pendalaman oleh Kejagung, oleh sebab itu, lebih baik fokus dan melepaskan jabatan ketua umum.

"Airlangga harus fokus kepada dirinya terutama untuk merespon kasus hukum yang menjerat di Kejagung supaya tidak lagi menjadi bola liar dan dia juga harus menyelesaikan berbagai kasus yang membawa namanya dan lebih baik memang melepaskan posisi ketua umumnya," jelas Efriza.

Dijelaskan Efriza meskipun Airlangga tetap mempertahankan jabatannya sebagai orang nomor satu di Partai Golkar, Airlangga tidak bisa menjadikan Golkar sebagai tameng serta bebas dari cengkeraman kasus hukum yang harus dipertanggung jawabkan nya.

"Karena percuma juga posisi ketua umum itu tidak akan melindungi dia dari kasus hukum," tegasnya.

Efriza berpendapat sama seperti ketua umum Golkar sebelumnya Setya Novanto (Setnov), karena kasus hukum yang menjerat Airlangga dikhawatirkan dapat menjadi bom waktu.

"Yang perlu di hati-hati kan kalau kasus ini tiba-tiba meledak dan Airlangga menjadi tersangka seperti Setnov. Karena posisi ketua umum tidak seperti posisi posisi kader partai biasa ketika kena kasus langsung diganti selesai, kalau posisi ketua umum tidak bisa, central sekali dan dia kan denyut nadinya parpol," kata dia.

Sementara jika Airlangga memilih mundur dan memilih menjadi menteri, namun jika seandainya Kejagung menaikkan kasusnya dari saksi menjadi tersangka akan mencederai pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Itu malah sedikit banyak mengganggu ritme pemerintahannya Jokowi karena lagi-lagi menterinya Jokowi tersangkut korupsi," tuturnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co