GenPI.co - Gibran Rakabuming Raka hampir dipastikan menjadi Wali Kota Solo yang baru. Pasangan Gibran dan Teguh itu selalu menempati posisi pertama dalam berbagai survei.
Perolehan angka Gibran dengan lawannya bahkan terpaut cukup jauh.
Di sistem informasi rekapitulasi yang dipublikasikan KPU, Gibran-Teguh unggul 86,5 persen sedangkan lawannya Bagyo-Suparjo 13,5 persen.
Perbedaan angka yang signifikan itu juga terjadi di dana kampanye kedua kandidat tersebut. Data dari KPU, Gibran-Teguh mengeluarkan dana Rp 5,9 miliar, sedangkan Bagyo-Suparjo hanya Rp 110 juta.
Lantas, apakah itu menjadi alasan yang wajar pasangan Gibran-Teguh bisa menang dengan mudah?
Akademisi Teguh Yuwono berpendapat, makin besar dana kampanye tidak berarti pula kemenangan di kontestasi Pilkada akan menjadi makin mudah.
“Itu tidak kasuistik, ya. Banyak faktor yang menentukan kalah menangnya seorang kandidat,” kata Teguh kepada GenPI.co, Selasa (22/12/2020).
Teguh membandingkan jika dana kampanye tersebut ditukar, bukan pula menjadi penentu pasangan Bagyo-Suparjo dapat memenangi Pilwalkot Solo dengan mudah.
“Tidak bisa dibikin satu tarikan garis lurus bahwa makin besar dana kampanye makin besar kemenangan,” kata dia.
Teguh juga mengatakan, kontestasi pilkada, termasuk yang terjadi di Solo itu bersifat spesifik dan akan berbeda-beda pula latar belakang kemenangannya.
“Ada faktor partai pengusung, kandidat, figur, atau tim sukses,” katanya.
Terkait jumlahnya yang besar, Teguh mengatakan agar bisa bersabar menunggu hasil audit akuntan publik terhadap dana kampanye tersebut.
“Kita cek, dana Rp 5 miliar itu masih ada apa enggak, kan ada aturan juga kalau sisa itu diarahkan ke mana,” kata dia.
Menurut Teguh, sepanjang sumber pendanaan itu normal dan jelas, hal itu bukanlah sebuah masalah. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News