GenPI.co - Undang-undang yang memaksa perusahaan induk TikTok untuk menjual platform berbagi video tersebut atau menghadapi larangan di AS mendapat persetujuan resmi dari Presiden Joe Biden pada Rabu.
Dilansir AP News, namun undang-undang baru ini mungkin akan menghadapi perjuangan berat di pengadilan.
Kritik terhadap ultimatum jual atau pelarangan berpendapat bahwa hal itu melanggar hak Amandemen Pertama pengguna TikTok.
Pemilik aplikasi yang berbasis di China, ByteDance, telah berjanji untuk menuntut, menyebut tindakan tersebut inkonstitusional.
Namun keberhasilan gugatan di pengadilan tidak menjamin keberhasilannya.
Penentang undang-undang tersebut, termasuk organisasi advokasi seperti American Civil Liberties Union, berpendapat bahwa pemerintah belum bisa membenarkan pelarangan TikTok, sementara yang lain mengatakan klaim keamanan nasional masih bisa berlaku.
Selama bertahun-tahun, anggota parlemen dari kedua kubu telah menyatakan kekhawatirannya bahwa pihak berwenang China dapat memaksa ByteDance untuk menyerahkan data pengguna Amerika atau memengaruhi orang Amerika dengan menekan atau mempromosikan konten tertentu di TikTok.
AS belum memberikan bukti publik untuk mendukung klaim tersebut, namun tekanan politik terus meningkat.
Jika ditegakkan, para ahli hukum juga menekankan bahwa undang-undang tersebut dapat menjadi preseden yang membawa konsekuensi lebih luas bagi media digital di AS.
TikTok dan penentang undang-undang tersebut berpendapat bahwa larangan tersebut akan melanggar hak Amandemen Pertama dari 170 juta pengguna platform media sosial tersebut di AS.
Patrick Toomey, wakil direktur Proyek Keamanan Nasional ACLU, mengatakan larangan TikTok akan “menahan kebebasan berekspresi dan membatasi akses publik” terhadap platform yang telah menjadi sumber utama berbagi informasi.
Salah satu pertanyaan kuncinya adalah apakah undang-undang tersebut mengganggu keseluruhan konten pidato di TikTok, kata Elettra Bietti, asisten profesor hukum dan ilmu komputer di Northeastern University, karena pembatasan berbasis konten memerlukan pengawasan yang lebih tinggi.
ByteDance belum secara resmi mengajukan tuntutan hukum, namun Bietti memperkirakan tantangan perusahaan akan fokus pada apakah larangan tersebut melanggar hak kebebasan berpendapat yang lebih luas.
Litigasi tambahan yang melibatkan “aktor komersial” TikTok, seperti pelaku bisnis dan influencer yang mencari nafkah di platform tersebut, juga mungkin timbul, tambahnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News