Menyusuri Wisata Pagar Alam

30 Mei 2019 11:25

Pagar Alam adalah kota yang berada di 298 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Letaknya berada di kaki Gunung Dempo, gunung tertinggi ketiga di Pulau Sumatera. Bagian lerengnya dijadikan perkebunan teh. 

Konon, teh Gunung Dempo digemari oleh bangsawan kerajaan Belanda. Teh dikelola oleh PT PTPN VII, terdapat pula banyak kebun kopi di Pagar Alam, dengan pohon yang ada tepat di tepi jalan. kebun ini dikelola oleh warga sendiri. Lalu Terdapat 2 air terjun menyegarkan yang hanya berjarak 10 menit dari pusat kota Pagar Alam. Tempat tetirah dengan pemandangan indah dengan fasilitas alami untuk anak bersenang-senang. Sempurna. 

Jumat pekan lalu, saya berada di sebuah restoran di kota Muara Enim, 4 jam dari Palembang. Kota ini terletak di antara Palembang dan Pagar Alam sehingga menjadi pilihan yang pas untuk menjadi tempat beristirahat. 

Kami makan di sebuah restoran pindang bernama ‘Pindang Bu Sri’ yang lokasinya menarik. Pindah bu Sri berada sedikit di luar kota Muara Enim. Bagian depan yang luas untuk parkir, bagian belakang menjadi tempat makan yang disiapkan dalam bentuk beberapa pondok. 

Bukit Jempol, Bukit Facebook dari Lahat 

Setelah perut kenyang, kami melanjutkan perjalanan. Menjelang masuk ke kota Lahat kami disambut oleh sebuah bukit dengan bentuk seperti tangan yang menggenggam dengan jempol teracung, ikonik. Bukit ini oleh warga Lahat disebut dengan nama Bukit Jempol. 

Saya berhenti sejenak untuk berfoto dengan latar Bukit jempol. Memasuki sebuah jalan di desa Ulak Pandan yang kecil tapi bersih dan sepi, warganya ramah menunjukkan tempat yang tepat untuk berfoto yang sudah mereka siapkan, namanya Pelancu. 

Pelancu berada tepat di sisi sungai Lematang, tidak ada rumah di sini sehingga jika berfoto maka latar belakangnya hanyalah sungai Lematang dan bukit jempol, bersih. Namun untuk memberi pilihan bagi pengunjung dan mempercantik pemandangan, Pelancu menyediakan beberapa wahana swa-foto seperti sayap kupu-kupu, tulisan besar ‘Pelancu’, dan sebuah perahu kayu yang ‘melayang’ di atas sungai Lematang. 

Anak-anak sangat senang di sini, selain bisa melihat ‘gunung aneh’ yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya, tempat ini juga menyediakan beberapa permainan, seperti ayunan dan jungkat-jungkit yang terbuat dari kayu. 

Terlalu lama di Pelancu membuat kami kehilangan waktu untuk ke Pagar Alam, sehingga pada hari jumat itu kami putuskan untuk menginap di Lahat. Kami menemukan sebuah hotel baru yang berada dalam jalur kami menuju ke Pagar Alam besok pagi. Tempat yang tepat untuk melepas penat. 

Esok harinya, saat sarapan terjadi sedikit kehebohan anak-anak kami berdiri di balkon hotel sembari memandang ke sekitar.  Mereka mengagumi pemandangan pegunungan bukit barisan yang tampak seperti mengelilingi hotel kami, “lihat ayah, gunung semua” kata putriku dalam kekagumannya yang agak konyol. Maklum, dia di besarkan di Palembang, Kota yang berada di dataran rendah.

Jalan berkelok yang yang indah 

Menjelang tengah hari, perjalanan kami teruskan ke kota tujuan, Pagar Alam. Terdapat dua jalur untuk mencapai Pagar Alam dari Lahat. Jalur pertama adalah jalur yang populer, jalannya cenderung lurus dan melewati permukaan tanah. Jalur ini bernama ‘jalur endikat’. Jembatan besi di Jalur ini belum lama yang lalu mengalami kerusakan yang dalam waktu lama hanya dilapisi dengan papan dan kayu. 

Kami lalu memutuskan untuk melewati jalur kedua, sebuah jalan yang desa yang cukup untuk dua kendaraan, namun harus melalui daerah berbukit. Jalannya tidak selalu berkelok tajam namun pasti menaiki dan menuruni Bukit. Namun itu sepadan dengan apa yang akan kami lihat di sepanjang jalan.

Jalur Gumay Ulu melalui daerah perkebunan kopi milik warga, di sepanjang perjalanan, kami bisa mengeluarkan tangan kami dari kendaraan dan menyentuh daun kopi dari batang yang berjejer di tepi jalan. Banyak buah merah yang belum dipetik warga, karena kebun yang luas ini biasanya hanya diurus oleh satu keluarga saja. 

Jalur Gumay yang berliku-liku terkadang melewati bagian tepi perbukitan, dengan tebing di sebelah kiri dan lembah di sebelah kanan, pemandangannya sungguh menyenangkan. Kami sempat berhenti beberapa kali untuk berfoto. Dan itu bukan perhentian mendadak yang terakhir.

Menjelang masuk ke kota Pagar Alam, kami memerhatikan bahwa terdapat banyak lahan yang dibuka, letaknya berada di tepi Bukit dengan pemandangan lembah dan bukit di seberangnya, indah. Kami lalu bertanya-tanya apakah di situ akan dibangun semacam villa atau resort? Jika iya, itu akan menjadi tempat yang tepat untuk orang yang beristirahat. 

Kebun jeruk yang ada di Jalur Gumay. Foto: Rooby Sunata

Kami lalu menghampiri sebuah tenda kayu sederhana di salah satu kebun ini yang dijaga oleh seorang ibu, suaminya sedang berada di kebun jeruk yang luas di sebelahnya. Dari ibu ini kami mendapat cerita bahwa sudah dua tahun terakhir ini daerah Gumay yang berada di dekat kota Pagar Alam dibuka untuk perkebunan jeruk gergah. Jeruk ini berkulit tebal dengan rasa manis sedikit asam. Segar. 

Perkebunan jeruk ini menarik, karena kabarnya akan diarahkan untuk menjadi destinasi wisata, melengkapi agro wisata kebun teh yang telah lama ada dan agro wisata kebun bunga yang akan kami datangi di nanti. 

Akhirnya Sampai di Pagar Alam 

Petang hari kami akhirnya tiba di Pagar Alam, suasana sejuk dan udara bersih segera terasa. Kami tidak melalui Pusat kota tapi memutar melalui pinggiran kota. Jalan lebar ini dipagari oleh rumah-rumah yang pada bagian belakangnya terhampar sawah luas. 

Kami mampir di salah satu rumah makan yang menyajikan makanan khas Pagar Alam dikombinasikan dengan makanan Bandung, kami memesan pindang kerupuk dan ikan nila bakar ala Karjak, ternyata enak. Dari Karjak kami langsung meluncur menuju penginapan yang akan kami tinggali selama dua malam di Pagar Alam, D’Cabin. 

D’Cabin adalah penginapan bergaya baru di Pagar Alam. Jika penginapan lain berbentuk rumah kayu khas Pagar Alam atau malah hanya berbentuk rumah tinggal biasa, maka D’Cabin berbentuk kemah. Mengusung ide glamor camping, D’Cabin menyiapkan enam tenda batu yang dikelilingi oleh Pagar di tengah perkebunan teh luas. Sudah terdengar keren belum? 

Dari dalam kamar,  kamu bisa melihat langsung ke puncak gunung Dempo, dan bila kamu duduk sarapan pagi di depan kamar, kamu akan mendapatkan suasana sejuk dengan suara burung, langit pagi yang indah, dan puncak gunung Dempo yang megah. Mari bertepuk tangan sekarang. 

Anak-anak menjadi rajin bangun pagi dan sarapan di sini, lalu mereka akan berlari-lari di kebun teh, menyelinap di antara pohon teh sambil tertawa riang. Sungguh menjadi hiburan yang menyenangkan bagi anak kota yang sehari-harinya terlalu banyak melihat semen dan aspal. 

Air terjun embun. Foto: Rooby Sunata

Selama di Pagar Alam kami berkunjung ke air terjun embun dan air terjun mangkok. Air terjun mangkok terlalu dalam untuk anak-anak dan juga terlalu ramai karena mudah dijangkau, turis bisa memarkirkan kendaraan mereka hanya 5 meter dari batas kolam. 

Air terjun embun lebih terbatas, turis harus menuruni tangga sekitar 50 meter. butuh usaha tapi lebih indah. Air jatuh dari ketinggian sekitar 70 meter ke dalam kolam dangkal seluas lapangan futsal di bawahnya. Airnya segar dan anak-anak bisa hilir mudik bermain air dengan aman karena tinggi airnya hanya sebatas betis mereka, sementara bagian yang lebih dalam berada tepat dimana air jatuh. 

Tujuan lain yang kami datangi adalah wisata konservasi Green Paradise. Seorang warga Pagar Alam telah memanipulasi rupa bumi menggunakan tangannya sendiri sejak tahun 1990-an. Hanya dibantu alat seadanya, dia telah mengikis bukit, membelokkan arah aliran air, membuat beberapa kolam dan beberapa air terjun. Luar biasa. 

Kini dia membuat pula sebuah taman unggas dan taman bunga, serta 4 buah pondok kayu yang bisa disewa bagi mereka yang ingin tetirah di surga hijau yang indah. Bagi mereka yang ingin menyendiri, bagian belakang Green Paradise menyediakan sebuah pondok yang sedikit tersembunyi, yang di bagian bawahnya terdapat sungai kecil yang mengalir dan sebuah kolam besar penuh ikan di hadapannya. 

Tiada suara berisik selain suara gemercik air dan daun-daun yang bergerak ditiup angin. Anak-anak senang di Green Paradise, mereka bisa melihat dua jenis elang disini, burung kalkun, dan monyet. 

Mereka juga bisa bermain di air terjun mini bertingkat yang jatuh ke kolam dangkal bertingkat pula. Ini seperti water park modern tapi dalam versi alami. Surga bagi anak-anak.  Tiga hari dua malam ternyata terlalu pendek rupanya untuk pelesiran bersama keluarga di Pagar Alam. 

Anak-anak bersenang-senang sedari pagi sampai sore hari, lalu bisa istirahat di kasur yang empuk dalam suasana yang tenang dan cuaca yang sejuk di malam hari, tidak heran bila mereka meminta untuk segera kembali ke kota ini.  

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya Reporter: Robby Sunata

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co