Reksonegoro, Desa Unik Masyarakat Jawa-Tondano di Gorontalo

19 Desember 2018 13:27

Rumah panggung khas Minahasa yang usianya mendekati 100 tahun masih berjejer rapi. Tiang-tiangnya kokoh meskipun ada beberapa rumah yang mulai dimakan usia.

Inilah ciri khas Desa Reksonegoro di Kabupaten Gorontalo, desa yang didirikan sekitar tahun 1925 oleh orang-orang Jawa-Tondano di Minahasa, Sulawesi Utara.

Ini bukan satu-satunya desa  Jawa-Tondano (Jaton) di Gorontalo.  Namun di desa ini warisan budaya masa lalu masih lestari. Puluhan rumah panggung masih berdiri, tradisi Shalawat Jowo masih lestari, juga budaya lain masih berfungsi hingga kini.

Jaton adalah adalah masyarakat yang unik, mereka lahir dari rahim wanita Minahasa yang disunting para kombatan Perang Jawa yang diasingkan di tepi Danau Tondano tahun 1830.

Terdapat 62 orang prajurit Perang Jawa yang tangguh berada di Tondano. Mereka dipimpin Kiyai Modjo, seorang ulama dan penasehat utama Pangeran Diponegoro. Para pengikut Kiyai Modjo inilah yang menikahi para gadis cantik anak para walak (pemimpin) negeri Tondano dan Tonsea.

Dari perkawinan dua budaya ini, lahirlah masyarakat Jaton yang dikenal tangguh dalam  bidang pertanian dan budaya. Mereka juga mewarisi tradisi agraris yang kuat.

“Sehari-hari kami  menggunakan Bahasa Jaton, Bahasa Gorontalo juga bisa,” kata Muhammad Kiyai Wonopatih, sesepuh Desa Reksonegoro, Rabu (19/12).

Keunikan desa ini selain rumah panggung adalah masih dirawatnya tradisi leluhur mereka, seperti rodat dan dames. Setiap pekan suara tabuhan rebana besar terdengar di desa ini, bergilir dari rumah ke rumah. Syair-syair dikumandangkan beriring hentakan membran rebana.

Ini adalah Shalawat Jowo, tradisi masyarakat Jawa masa lalu yang masih dipertahankan hingga kini. Bahkan di Jawa pun mungkin sudah tidak ditemukan lagi.

“Kami mewarisi dari para mbah, setiap pekan ada arisan dan pengajian yang didahului dengan Shalawat Jowo,” ujar Muhammad Kiyai Wonopatih.

Bagi kaum agraris, kesenian sering kali disandingkan dengan ritual. Ini untuk memuliakan hidup sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan, hasil sawah berlimpah, tanaman tumbuh subur, dan ternak tak habis untuk dimanfaatkan.

Kelokan jalan aspal mengisi setiap lorong, tidak sulit untuk menemukan rumah tua dengan penghuninya yang ramah. Sapaan akrab akan selalu terdengar dari warga Jaton.

“Kami senang dikunjungi saudara dari jauh, silakan mampir untuk mencicipi teh hangat sambil bercerita,” kata Dewi, wanita setengah baya tersenyum ramah.

Bagi pelancong, suasana tradisional desa agraris ini adalah sajian yang memikat. Gerobak kuda yang masih menggunakan roda kayu berbalut besi masih ditemukan, kaum mudanya masih menyukai balap kuda dan gerobak sapi.

Sapa ramah warga sepanjang hari merupakan anugerah tersendiri bagi wisatawan, belum lagi suguhan kulinernya yang khas Jaton, juga beragam jajanan uniknya.

Di manakah Desa Reksonegoro yang unik ini? Jika dari bandara Jalaluddin Tantu Gorontalo, sebenarnya sudah berada di desa ini karena sebagian wilayahnya adalah landas pacu pesawat.

Saat kedatangan di bandara ini, jika ada wanita yang menawarkan jenang yang dibungkus daun woka (paem), merekalah orang-orang Jaton dari Desa Reksonegoro.

Ayo datang ke Reksonegoro!

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co