GenPI.co - Dalam menjalankan hubungan kisah cinta, putus cinta bisa menjadi hal yang menakutkan bagi banyak pasangan.
Tak jarang pula dalam putus cinta ada salah satu pihak yang akan merasa menjadi korban.
Reaksinya bermacam-macam, mulai dari mendendam, hingga melakukan pemantauan berkala atau istilahnya populernya adalah “stalking mantan”.
Apalagi, pada era digital seperti saat ini, mencari atau “melakukan pemantauan” pada hidup seseorang bukanlah suatu hal yang sulit.
Bahkan, aktivitas ini dapat dikatakan sangat mudah. Internet memberikan kemudahan stalking mantan kapan saja dan di mana saja, mulai dari mengetahui kegiatan hingga kabar paling barunya.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking pada 2015, para peneliti melihat alasan psikologis di balik pengawasan elektronik interpersonal.
Elektronik interpersonal sendiri merupakan istilah ilmiah untuk “stalking mantan” melalui media sosial.
Dokter Jese Fox dan koleganya, dr Robert S Tokunaga, mengevaluasi asosiasi antara berbagai faktor hubungan berkaitan dengan komitmen pasangan.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah keterikatan, modal dalam sebuah hubungan, tanggung jawab atas putus cinta, mencari alternatif hubungan lain, dan tekanan emosional setelah putus cinta.
Peneliti tersebut menemukan bahwa tingkat komitmen, didasari oleh tingkat modal dalam hubungan, secara langsung terkait dengan rasa sakit karena patah hati.
Kemudian, para peneliti juga mendapat temuan bahwa makin besar kesedihan pasca-putus cinta, semakin besar keinginan seseorang stalking mantan lewat media sosial.
Kenyataan tersebut membuat keduanya berkesimpulan bahwa pasangan yang diputuskan cintanya cenderung melakukan tindakan itu.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News