Pesona Budaya Desa Tenganan

19 Juni 2018 19:33

Desa Tenganan, adalah  satu dari tiga Desa Bali Aga selain Trunyan dan Sembiran. Warganya masih mempertahankan budaya yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang.

Untuk urusan adat isitiadat, masyarakat Tenganan tak kenal kompromi. Bentuk dan besar rumah, pekarangan, tata letak bangunan pura dan rumah, harus berdasarkan norma setempat. Tidak boleh tidak.

Desa Tenganan sendiri berada di sebuah lembah kecil di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Lokasinya di bagian Timur Pulau Bali, dengan jarak  68 kilometer dari Bandara Internasioal Ngurah Rai.

Dari bandara, banyak mobil sewaan menuju ke Desa Tenganan. Lalu lintasnya sangat lancar. Melalui jalan lebar dan teduh dengan pepohonan di kiri kanan jalan. Tidak ada kemacetan selepas daerah Kuta, hanya di beberapa lampu merah persimpangan mengharuskan kita berhenti sejenak.

Begitu memasuki Jalan Raya Candidasa, siap-siap belok ke kiri sebelum Pantai Candidasa. Kemudian memasuki Jalan Raya Pesedahan. Jalannya lebih sempit namun rimbun. Tiba di ujung jalan, di situlah Desa Tenganan Pegringsingan berada.

Selasa (5/6/), adalah hari pertama event Tenganan Festival 2018. Acara pembukaan dijadwalkan pada pukul 15:00 WITA. Namun sebelum pembukaan, beberapa acara sudah berlangsung terlebih dahulu. Kami masih punya waktu untuk berkeliling melihat pesona keindahan Desa Tenganan.

Saat menelisik desa, kami menemukan batu bertuliskan Tenganan Pegringsingan, Desa Bali Aga. Agak jauh di belakangnya ada lagi batu bertuliskan Welcome to Tenganan Pegringsingan. Di kanannya ada loket tempat kita berdonasi untuk Desa Tenganan. Silakan memberikan donasi se-ikhlasnya.

Kami masuk dari pintu  selatan.  Di tempat itu terdapat patung 2 pria yang sedang memegang pandan berduri dan tamenng. Ya, itulah tradisi Perang Pandan, ikon Desa Tenganan yang akan kami saksikan di 2 hari kedepan.

Kemudian ada bangunan panjang yang disebut Bale Agung. Bangunan ini digunakan untuk pertemuan-pertemuan yang membahas soal peraturan desa. Dan ada beberapa bangunan  lain di sekitarnya yang sepertinya untuk upacara adat.

Semakin ke Utara semakin menanjak landai. Seluruh rumah ditutupi oleh pagar tinggi dengan pintu masuk yang sangat sempit. Hanya muat untuk satu orang dewasa,  jadi jangan harap bisa berpapasan di pintu gerbang tersebut. Suasana desa keseluruhan terlihat asri. Lapangan  yang membelah desa menjadi ruang publik warga dengan susunan batu yang melapisinya.

Dikelilingi oleh bebukitan berupa hutan yang diselingi perkebunan warga. Berdasarkan peta, saya perkirakan jarak desa Tenganan ke Puncak Gunung Agung sekitar 17an kilometer.

Soal nama Tenganan, beberapa literatur bisa dijadikan acuan. Kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang memiliki arti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Jadi, dahulu kala, ada perpindahan masyarakat yang tadinya ada di daerah pinggir laut menuju ke begian pulau yang lebih dalam ke arah perbukitan

Di sela-sela acara Tenganan Festival 2018 ini kami sempatkan berbincang dengan Ngurah Putra. Ia adalah Koordinator Tim Calender of Event Kementerian Pariwisata RI. Menurutnya, Perang Pandan itu adalah inti dari acara festival ini. Jadi, jangan pulang kalau belum melihatnya.

Selain Perang Pandan atau disebut juga Mekare-kare juga ada Kain Gringsing dan ayunan tradisional yang sangat unik. Apa itu Perang Pandan dan Tenun Ikat Gringsing itu? Simak terus artikel ini yah

Perang Pandan

Perang Pandan adalah tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Tenganan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang mereka. Ini semacam tes mental dan kebesaran hati secara bertahap bagi para pria sebelum terpilih untuk memimpin Desa Tenganan.

Jangan berharap melihat tradisi ini di tempat lain. Karena Perang Pandan hanya ada di Desa Tenganan. Itupun hanya di bulan kelima kalender Tenganan, atau sekitar bulan Juni atau Juli penanggalan Masehi.

Di acara ini, dua pemuda bertarung dengan menggunakan pandan yang diikat. Sementara perisainya adalah sebuah tameng kecil dari anyaman rotan. Di dalam arena, mereka saling pukul dan menggosokkan pandan ke kawan tanding sampai salah satau aatau keduanya terluka dan mengeluarkan darah.

Pertempuran tersebut tidak memakan waktu lama, sekali tanding tidak sampai satu menit. Berakhir saat salah satu petarung terjatuh atau saat juru pisah meminta mereka berhenti.

Uniknya, tidak ada marah dan dendam selama acara berlangsung. Yang tampak adalah kemeriahan dan sorak sorai serta canda tawa bila ada yang terjatuh dan terluka.

Kerukunan semakin terlihat saat Perang Pandan selesai keseluruhan. Para pemuda yang telah bertempur tadi duduk bersama di sekitar arena bekas pertempuran. Mereka makan bersama dan saling mengobati luka-luka di tubuh kawannya.

Kain Gringsing

Selain Perang Pandan, budaya pembuatan kain Gringsing juga masih dijaga oleh warga Tenganan. Terutama oleh para wanitanya. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan dan oleh siapa kain gringsing ada. Hal terpenting adalah, budaya kain Gringsing masih terjaga. Tekniknya tetap sama meski jaman berubah. Tidak hilang ditelan waktu.

Di beberapa pagar rumah warga ada tulisan yang memberitahu ada pertunjukan pembuatan tenun ikat Gringsing di dalam. Rupanya mereka menjadikan proses pembuatan kain sebagai atraksi wisata.  hasil tenunan itu menjadi cendera mata yang bisa dibeli oleh wisatawan.

Sekedar pengetahuan, pembuatan Kain Gringsing itu dengan teknik dobel ikat. Teknik tersebut merupakan satu-satunya di Indonesia. Hebatnya lagi, kain gringsing terkenal sebagai kain yang istimewa hingga ke mancanegara.

Ayunan Tradisional

Di mata awam, ini hanya ayunan biasa yang bisa dinaiki dan dimainkan oleh siapa saja. Namun ternyata anggapan itu salah. Ayunan ini hanya dimainkan oleh gadis belia Tenganan setahun sekali dan harus melalui ritual terlebih dahulu.

Dimainkan oleh 4 atau 8 gadis belia yang disebut Truni Daha. Atau kalau tidak lengkap bisa diisi oleh Truna (laki-laki) yang belum dewasa.

Ngayunan Damar, begitu sebutannya, dilakukan setelah perang pandan selesai. Para gadis belia tersebut menaiki ayunan satu persatu. Setelah kursi penuh barulah ayunan diputar dengan kencang, dibantu dorong oleh dua sampai tiga pemuda desa. Para gadis itu mengenakan kain rangrang, kain tradisional khas masyarakat Bali Aga bewarna keemasan.

Namun seiring perkembangan zaman, atraksi ayunan ini tidak melulu dilakukan setelah perang pandan selesai. Kami pertama melihat atraksi ayunan ini 2 hari sebelum perang pandan, yaitu saat pembukaan Tenganan Festival 2018. Atraksi wisata ini juga sayang untuk dilewatkan.

Waktu Terbaik Berkunjung

Melihat kebudayaan Desa Tenganan yang lebih lengkap, datanglah saat acara Festival Tenganan berlangsung. Untuk tanggal pastinya, bisa pantau akun-akun dan website resmi Kementerian Pariwisata RI atau akun Generasi Pesona Indonesia (GenPI).

Soal aksesibilitas dan amenitas, tak usah khawatir. Denpasar - Tenganan tidak terlalu, hanya sekitar 68 kilometer. Kamu bisa memilih menginap di hotel di sekitaran Kuta yang lebih banyak memiliki pilihan makan dan belanja.Kalau mau yang lebih dekat, bisa cari penginapan yang ada di Candidasa. Harga penginapan di Candidasai, menurut Tripadvisor, dimulai dari 250an ribu rupiah.

Yuk rencanakan dari sekarang untuk mengunjungi Desa Tenganan. Kamu bisa merasakan kemeriahan Tenganan Festival 2019.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co