GenPI.co - Aksi menghapus mural yang mengkritik pemerintah dikomentari dosen jurusan desain komunikasi visual. Menurutnya, itu malah membuat seniman jadi makin genius.
Belakangan ini, mural bernada mengkritik memang dihapus oleh pemerintah.
Di antaranya, mural 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit' di Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Selain itu, mural bergambar wajah diduga mirip Jokowi bertuliskan '404:Not Found' di Kota Tangerang.
Yang dianggap aneh adalah alasan penghapusan mural. Alasan aparat, mural-mural tersebut dianggap mengganggu ketertiban umum dan keindahan lingkungan.
Ada standar yang dianggap tak biasa dari alasan ini. Maklum, mural-mural lain justru tak dihapus.
Arsita Pinandita, M.Sn., dosen jurusan desain komunikasi visual Institut Teknologi Telkom Purwokerto, ikut buka suara.
Dia menyebut, mural secara harfiah berarti segala bentuk goresan visual yang berada di jalanan dalam sudut pandang umum (publik).
Oleh karena itu, wajar jika mural dimanfaatkan sebagai suatu bentuk komunikasi seniman dengan masyarakat.
"Karena memang tempatnya di publik. Apa pun bentuknya pasti punya risiko sebagai bentuk komunikasi visual. Entah itu kritik, informasi, hingga persuasif," ujar Arsita, Senin (16/8).
Dito menilai, seniman memiliki tugas dan fungsi membuat inovasi dengan imajinasinya.
Seniman adalah orang yang paling mudah menerima perubahan dengan gemar melompati batas-batas perilaku konvensional.
Apabila pemerintah nantinya semakin mempersempit ruang berkreasi seniman, atau bahkan menghilangkannya, para seniman tetap bisa berkembang bebas.
"Perkara diberi ruang atau tidak, seniman selalu punya cara kreatifnya sendiri yang sulit dijangkau pikiran orang umum kebanyakan," katanya.
Pada era modern ini, seniman disebut justru semakin genius dalam mengkekspresikan pendapat atau kritik mereka.
Pemerintah disebut tak seharusnya ketakutan jika mendapat kritik melalui mural atau kesenian lainnya.
Dosen yang juga seorang desainer itu menyebut, mural bisa punya pengaruh besar bagi masyarakat, bergantung beberapa hal, salah satunya lokasi pembuatan mural.
Jika mural yang dibuat berada di titik sentral aktivitas publik, segala pesan yang terkandung di dalamnya bisa dengan mudah dilihat dan tersampaikan.
Faktor selanjutnya adalah bahasa yang digunakan. Jika mural menggunakan bahasa keseharian masyarakat, besar kemungkinan arti dalam gambar akan tersampaikan.
Sebaliknya, jika mural hanya mengandung muatan artistik, hanya sebagian orang yang bisa menikmatinya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News