Maskapai Asing Solusi Turunkan Harga Tiket Pesawat?

17 Juni 2019 08:22

GenPI.co - Mendekati lebaran kemarin, Presiden Joko Widodo dibuat pusing persoalan harga tiket pesawat yang terus melambung tinggi. Kementerian terkait pun mendadak dipanggil ke Istana Negara. Jika persoalan tiket pesawat belum tuntas, Jokowi membuka untuk maskapai asing bersaing di dalam negeri.

Kementerian Perhubungan Budi Karya Samadi mengatakan, kementeriannya akan memelajari kemungkinan direalisasikannya wacana tersebut. "Ya ide Pak Presiden bagus sekali, kita akan mempelajari. Insya Allah itu bisa dilaksanakan," ujar Budi Karya di Kantornya pekan lalu. 

Walaupun demikian, Budi mengatakan maskapai asing yang ingin masuk dalam pasar dalam negeri harus memiliki kantor yang beroperasi di Indonesia. Selain itu, 51 persen saham dari perusahaan yang di bangun di Indonesia harus dimiliki oleh negara. Syarat lainnya adalah asas cabotage (rute domestik harus dilayani maskapai nasional) yang berlaku untuk layanan transportasi udara. 

"Tentunya (perizinan operator penerbangan asing di dalam negeri) memperhatikan akses cabotage bahwa perusahaan asing itu harus memiliki perusahaan di sini di mana dimiliki oleh Indonesia 51 persen. Terus mengikuti syarat syarat yg lain," ujar dia. 

BACA JUGA: JK: Maskapai Asing Bukan Solusi Turunkan Harga Tiket Pesawat

Adapun ide Jokowi untuk mengundang operator maskapai asing dalam pasar maskapai dalam negeri dilontarkan dalam sebuah wawancara khusus dengan media swasta. Menurutnya, keberadaan maskapai luar negeri bisa memperkaya kompetisi pemain maskapai yang selama ini didominasi oleh dua grup maskapai domestik, yaitu Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group. 

Pakar penerbangan Alvin Lie menilai wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang maskapai asing beroperasi di Indonesia untuk membuat tiket pesawat lebih murah belum tentu disambut.

"Selama ini kan Indonesia juga tidak pantang investasi asing masuk ke sektor penerbangan asal memenuhi peraturan yang ada, yaitu maksimal hanya 49% asing, 51% Indonesia. Kenyataannya nggak ada yang masuk kan?" kata Alvin Lie di Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Menurutnya jika industri penerbangan di Indonesia memang menarik, tanpa diundang pun maskapai asing bakal berdatangan ke Indonesia.

"Tapi faktanya 10 tahun terakhir apa ada investor asing masuk? cuma sekali, waktu itu kalau nggak salah Indigo dengan Tiger Air mencoba menghidupkan kembali Mandala kan. Tapi itu cuma bertahan 1-2 tahun setelah itu gulung tikar, dan pemain-pemain nasional yang ada pun berguguran," paparnya.

BACA JUGA: Ini 9 List Maskapai Asing Yang Akan Mengudara di Langit Indonesia

Pengamat penerbangan Alvin Lie. (ist)

Kondisi seperti itu, lanjut dia seharusnya menjadi perhatian pemerintah, apakah iklim industri penerbangan di Indonesia memang ada masalah, bukannya malah tergesa-gesa mengundang maskapai asing.

"Nah, apakah ini industri sebetulnya atraktif atau tidak? kalau kurang atraktif kita seharusnya bertanya apa yang membuat kurang atraktif, apakah peraturan-peraturan, kebijakan dan sebagainya sudah mendukung industri ini apa belum," ungkapnya.

Oleh karenanya, dia tak yakin maskapai asing mau masuk ke Indonesia. Dan terlepas dari itu, kalau pun ada maskapai asing yang berminat beroperasi di Indonesia harus ada aturan main yang diperhatikan termasuk oleh pemerintah.

Menurutnya maskapai asing bisa saja beroperasi di Indonesia asal mengubah badan hukumnya jadi berbadan hukum Indonesia, seperti yang dilakukan AirAsia Indonesia.

"AirAsia Indonesia beda, badan hukumnya Indonesia. Itu beda sama AirAsia di Malaysia. Seperti juga Thai Lion namanya Lion tapi pemiliknya mayoritas Thailand. Batik Malaysia memang manajemennya dari Indonesia tapi pemiliknya mayoritas Malaysia juga," katanya.

Alvin Lie  menilai pemerintah tak sepenuh hati untuk mengatasi harga tiket yang melambung tinggi. Jika sudah menemukan fakta harga tiket sudah terlalu mahal, seharus pemerintah mencari solusi, bukan mengundang maskapai luar untuk melayani penerbangan domestik Indonesia.

"Nah sekarang kalau (harga) masih dinilai ini masih kurang (terjangkau), ya itu tugasnya pemerintah membina kan, memberikan bantuan, memberikan kemudahan, insentif dan sebagainya, bukan kemudian mengundang asing," jelasnya.

Alvin Lie menambahkan salah satu faktor harga tiket yang tinggi ini adalah karena biaya operasional dan Aviation Turbine Fuel (Avtur) untuk bahan bakar yang digunakan untuk pesawat mesin turbine. Namun banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan harga tiket pesawat sejak ditetapkannya tarif batas atas pada 2014 hingga saat ini.

 "Nilai tukar rupiah tahun 2014 berapa, sekarang berapa. Sejak tahun 2014 itu gaji pegawainya sudah naik berapa kali, berapa puluh persen. Biaya-biaya lain seperti fasilitas dan layanan di bandara sudah naik berapa, tapi harga tiketnya nggak boleh naik, gimana airline kita mau bertahan hidup?" ungkapnya.

Menghadirkan maskapai asing tidak menjamin nantinya akan lebih murha dengan perusahaan maskapai domestik. Pasalnya jika maskapai asing beroperasi di Indonesia akan menggunakan pilot dan awak kabing asing yang bayarannya lebih tinggi dari karyawan lebih tinggi, sehingga harga tiket nanti tak menjamin akan lebih murah. 

Sama halnya dengan Alvin Lie, pangamat penerbangn sekaligus mantan KSAU Chappy Hakim, mendatangkan perusahaan maskapai asing belum tentu jaminan harga tiket akan turun. Namun penerapan harga akan semakin tinggi, jika perusahaan maskapai tersebut melayani penerbangan di Indonesia akan semakin murah.

“Apa sebenarnya yang terjadi? Jangan terlalu cepat kita menanjak puncak gunung es lalu kita gagal, lalu kita mengundang maskapai asing," ungkap Chappy dalam diskusi di Institute Pedaban, pekan lalu.

Jika maskapai asing itu mengoperasikan jasa layanan penerbangannya dengan menggunakan jasa asing pula, maka perusahaan tersebut mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Karena tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia jika dikalkulasikan dengan kurs rupiah akan terlalu tinggi.

Tidak cukup disitu sebenarnya faktor mahalnya tiket penerbangan, Chappy menilai mahalnya tiket merupakan puncak gunung es, bukan terjadi karena tiba-tiba melainkan akibat proses panjang yang mengakibatkan melabungnya harga tiket.

“Perasaingan tiket murah pernah dilakukan sejak beberapa tahun lalu, namun harga tiket tersebut salah satu pemicu perusahaan untuk menutup biaya operasional. Selain itu tingginya harga suku cadang hingga kurs dollar yang menjadi beban maskapai” ujar Chappy.

“Dikhawatirkan setelah mengundang maskapai asing untuk beroperasi di Indonesia nanti akan menimbulkan masalah baru. Bahkan masalah tersebut ditakutkan sulit di atasi,” kata chappy.

Tak Ada Duopoli Harga Tiket Pesawat di Indonesia

Garuda Indonesia dan Lio Air

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan membantah ada penguasaan dua perusahaan atau duopoli maskapai penerbangan Indonesia. Diduga dua perusahaan tersebut adalah Garuda Indonesia dan Lion Air yang memiliki peran penting penerapan tarif penerbangan domestik saat ini.

Menurut Luhut, saat ini yang melayani penerbangan domestik ada perusahaan maskapai lain yaitu, AirAsia dan maskapai lainnya.

“Kalau ada duopoli saya kira ndak juga, selain Garuda Indonesia dan Lion Air ada juga perusahaan maskapai dalam negeri yang beroperasi di Indonesia” kata Luhut.

Perbandingan tarif penerbangan domestik dengan penerbangan di luar negeri, Luhut menyebut bahwa harga tiket pesawat maskapai yang ada di dunia tiket pesawat Garuda Indonesia merupakan yang termurah.

"Kita lihat harga tiket pesawat Garuda itu masih 6 termurah di dunia dari 80 perusahaan di dunia," unkap Luhut

Luhut menambahkan mahalnya harga tiket karena inefisiensi di tubuh perusahaan maskapai penerbangan, baik Garuda Indonesia Group maupun Lion Air Group. 

“Garuda dulu pernah membeli pesawat yang tidak pas sehingga dampak negatifnya terhadap efisiensi dirasakan saat ini. Saat ini Garuda dan Lion sedang memperbaiki untuk menanggulangi tingginya harga tiket yang sekarang dihadapi oleh masyarakat,” tambah Luhut.

Luhut menambahkan Garuda sebelumnya pernah membeli jenis pesawat yang banyak, akibatnya pesawat tersebut tidak efisien untuk penerbangan domestik Indonesia, sehingga pihak Garuda Indonesia menjual.

“Jadi kita paham ada saat ini Garuda mempunyai utang-utang. Sehingga mereka harus membayar utang yang jatuh tempo tahun ini,” papar Luhut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya Reporter: Winento

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co