GenPI.co - Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam menjelaskan, perjanjian terkait perubahan iklim secara global, termasuk Paris Agreement 2016, memiliki sejarah yang panjang.
Menurut Medrilzam, sejarah Paris Agreement dimulai sejak 1972 lewat Stockholm Conference.
“Lalu Earth Summit Rio 1992, Kyoto Protocol 2005, Bali Action Plan 2007, hingga G20 Pittsburgh 2009,” ujarnya dalam kegiatan A Journey of AKSARA, Kamis (14/10).
Medrilzam mengatakan bahwa sudah banyak pertemuan antarnegara yang membahas terkait isu perubahan iklim.
“Umat manusia terus berupaya mencari jalan agar isu perubahan iklim tak memberikan dampak yang merusak bumi ini,” katanya.
Isi dari Paris Agreement sendiri berusaha diterjemahkan oleh pemerintah Indonesia ke dalam peraturan nasional.
“Ada pembangunan rendah karbon. Misalnya, menggunakan energi terbarukan dan jangan menggunakan fossil fuel saja,” ungkapnya.
Medrilzam pun menegaskan bahwa dalam pembangunan rendah karbon, penanganan limbah tak hanya diangkut dan dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA).
“Betul dikumpulkan, tetapi dipilah juga sampahnya. Jadi, di TPA itu hanya residunya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Medrilzam memaparkan bahwa pembangunan ekonomi itu penting untuk dilakukan, tetapi harus dilakukan dengan rendah karbon.
“Itu jadi program besar pemerintah sekarang dan kita mencoba untuk menerjemahkan hal itu dalam upaya mengurangi emisi,” paparnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News