Harga Sawit Terus Merosot, Riau harus Fokus Garap Pariwisata

12 Juli 2019 11:11

GenPI.co - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau, Decymus, di Pekanbaru, Jumat (12/7) mengatakan komoditas kelapa sawit tidak bisa terlalu diandalkan setelah harganya terus turun sejak 2017.

Harga yang rendah diprediksi terus berlangsung selama tiga tahun ke depan. Kondisi tersebut karena parlemen Eropa masih tetap akan melakukan pemberhentian penggunaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam biodiesel secara bertahap mulai 2020. Hal ini dilakukan karena perkebunan sawit dinilai tidak ramah lingkungan.

“Belum pastinya negosiasi dagang antara China dan Amerika Serikat, salah satunya mengenai impor kedelai Tiongkok dari Amerika Serikat juga turut menjadi risiko bagi pergerakan harga CPO dunia,” ujarnya.

BI juga memprediksi ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2019 tidak hanya bisa bergantung pada komoditas minyak bumi dan kelapa sawit karena cukup banyak risiko yang mendorong pertumbuhan ekonomi Riau lebih rendah dari perkiraan.

"Kondisi perekonomian Riau masih dibayangi beberapa risiko yang berupa kepastian pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia yang masih menunjukkan tren bias ke bawah dari perkiraan semula," kata Decymus.

Baca juga:

Suporter PSPS Serbu Perusahaan Minyak di Riau, Ada Apa? 

Karhutla 'Menahun', Kebakaran Landa 2 Hektar Lahan di Kampar Riau 

Ia menyarankan, pemerintah daerah di Riau agar lebih kreatif dalam mengembangkan pariwisata sebagai sektor alternatif. Pariwisata menurutnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di luar minyak dan gas serta kelapa sawit.

"Pengembangkan pariwisata Riau butuh kreativitas dan kerja sama lebih karena kondisi faktor alam tidak seindah daerah lain seperti Bali," Decymus menyarankan.

Karena itu, lanjutnya, pemerintah daerah perlu mendorong kerja sama masyarakat atau asosiasi usaha di bidang pariwisata serta korporasi perkebunan.

"Tujuannya adalah untuk mengembangkan berbagai kegiatan atau event dan paket wisata berbasis alam atau perkebunan yang tidak terlalu membutuhkan usaha yang begitu besar (low hanging fruit)," jelas Decymus.

Ia mencontohkan wisata persawahan di Bungaraya, wisata petik durian asli Bangkinang dan Bengkalis, wisata edukasi perkebunan dan pengelolahan sawit, wisata edukasi perkebunan karet dan sebagainya. Potensi tersebut bisa dikembangkan sejalan dengan berbagai agenda pariwisata ataupun budaya berskala nasional dan internasional yang telah ada saat ini di Riau, seperti bakar tongkang dan pacu jalur.

“Branding kegiatan-kegiatan perlu diperkuat agar ingatan masyarakat terhadap komoditas agrowisata dan perkebunan tersebut lekat dengan Riau," katanya.

Perbaikan harga komoditas yang masih terbatas, terutama harga minyak dunia masih melambat sejalan dengan belum pastinya rencana penurunan produksi OPEC. Sektor pertambangan dan penggalian minyak dan gas (migas) masih cenderung melanjutkan tren kontraktif.

“Lifting minyak bumi Riau dalam lima tahun terakhir  turun 5-10 persen per tahun sejalan dengan banyaknya sumur yang tua. Telah ditetapkannya PT Pertamina menjadi kontraktor KKS Blok Rokan pada 2021 mendatang menggantikan PT Chevron Pacific Indonesia semakin mempertegas bahwa pengembangan enhace oil recovery atau EOR secara skala penuh tidak akan begitu signifikan setidaknya hingga 2021,” tutup Decymus.

Simak juga video menarik berikut

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co