Profesor Beri 'Kuliah' ke Polantas, Ternyata Jenderal Bintang 1!

20 Juli 2019 06:59

GenPI.co - Kamu pasti masih ingat video viral seorang yang mengaku sebagai profesor hukum memberikan 'kuliah gratis 2 SKS' kepada polisi lalu lintas di sebuah jalan raya yang menilangnya, sebab aturan yang digunakan dalam rambu-rambu tidak diterapkan. Awalnya dia ditilang lantaran memutar arah. Namun rambu tersebut rupanya hanya berlaku bagi roda 2, sementara si profesor naik mobil.

Baca juga :

Menteri Susi dan B.J. Habibie Paling Dikagumi di Indononesia

Viral Polisi Tilang Profesor Hukum, Dapat 'Kuliah 2 SKS' Gratis 

Kelabui Polisi, Galih Ginanjar Pura-Pura Cari Makan Pas Ditangkap 

Lahir 1 Juli atau Bernama ala Polisi? Kota Bekasi Beri SIM Gratis 

Meski demikian polisi tetap menilangnya. Yakin tak bersalah, profesor mengajak si polantas melihat lagi rambu tersebut. "Ini tidak boleh mutar balik roda dua. Saya kan roda empat," ujarnya sambil mengaku guru besar di bidang hukum.


Netizen penasaran dengan sosok bapak profesor itu. Kecanggihan jempol warganet menguak fakta memang ampuh. si bapak ditemukan jati dirinya dan yang bikin merinding, ternyata dia memang bukan orang sembarangan. Ia juga polisi berpangkat terakhir jenderal bintang 1 atau Brigade Jenderal Polri (Brigjenpol). Dalam unggahan seorang netizen, si bapak profesor mundul dari kepolisian sebab ingin objektif dalam memberikan kritikan terhadap institusi Polri.


Berikut profil singkat si profesor yang berikan kuliah gratis 2 SKS pada polantas, serta dikutip sepenuhnya dari situs Ubaya. 

Meski setiap hari bergelut dengan dunia kriminalitas, ketertarikannya dalam keilmuan akademis tidak pernah padam. Pada 1991, dia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (FH Ubhara). Agar tidak mengganggu kerja rutin di resmob, dia mengambil kelas sore. Kuliah dimulai pukul 17.30 hingga pukul 21.30. "Syukurlah, kerja saya tidak sampai terbengkalai," ujarnya.

Pada 1994, Sadjijono berhasil lulus tepat waktu dengan gelar sarjana hukum. Tak puas dengan gelar tersebut, pada 1996 dia melanjutkan kuliah di Universitas Surabaya (Ubaya) dengan jurusan yang sama. Supaya tidak mengganggu kerjanya, dia kembali kuliah di waktu yang sama, kelas sore. Gelar magister humaniora (MHum) berhasil diraih pada 1998.

Karena kapasitas keilmuan yang dimiliknya, pada tahun yang sama dia dipindah sebagai penyidik di Unit Harta Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Jatim. Sejak saat itu, hasrat untuk terus melanjutkan studi semakin besar.

Setahun berselang, pada 1999, dia memutuskan menempuh jenjang S-3 di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair). Pada 2003, ayah enam anak itu berhasil meraih gelar doktor. Disertasinya berjudul Eksistensi, Kedudukan, dan Fungsi Kepolisian dalam Organisasi Negara RI Dikaitkan dengan Prinsip Good Governance. Kali ini dia banyak mengkritisi kepolisian. Bahkan, melalui disertasinya itu, dia sempat dipanggil Wakapolda Jatim. "Beliau meminta penjelasan tentang isinya. Memang, kan ini kritik yang bagus," tuturnya.

Yang membanggakan, prestasi akademiknya sejalan dengan pangkat di kepolisian yang terus menanjak. Akhir 2003, Sadjijono sudah bergelar komisaris polisi (kompol). Dia bertutur, karya ilmiah yang ditelitinya itu ditulis atas keprihatinannya kepada dunia kepolisian. Meski TNI-Polri telah dipisahkan, citra korps baju cokelat kerap dipersepsikan negatif. Padahal, menurut Sadjijono, polisi sebenarnya memiliki fungsi yang mulia (officium nobele). "Memang ini tidak terlepas dari perilaku oknum polisi yang buruk," ungkapnya seperti dilansir penuh dari Ubaya

Suami Luluk Wigati itu membagi polisi dua fungsi. Pertama, fungsi protagonis. Yakni, polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Sayangnya, misi itu sering tercoreng oleh ulah polisi sendiri. Salah satunya, tecermin dari sikap polisi lalu lintas di jalan raya yang terkesan mencari kesalahan pengendara. Ujung-ujungnya, tilang. Padahal, imbuhnya, seharusnya korps tersebut harus mengedepankan fungsi pengayom dan pelindung yang dimiliknya.

Di sisi lain, ada fungsi antagonis. Yakni, fungsi kepolisian dalam rangka penegakan hukum. Saat ini, menurut dia, sebagian masyarakat justru menganggap kehadiran polisi menjadi momok yang menakutkan. Image polisi adalah penangkap, penindak, dan penghukum.

Dalam pandangan Sadjijono, polisi seharusnya bekerja untuk mengawal cita-cita hukum dalam menjalankan tugasnya. "Apa cita-cita hukum? Ya tercapainya rasa keadilan," imbuhnya.

Dari waktu ke waktu tekad Sadjijono untuk fokus mengembangkan keilmuan makin besar. Pada 2006, dia memutuskan untuk mengajukan surat permohonan pindah dari Polri menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Salah satu pertimbangannya, dia ingin objektif dalam memberikan kritik kepada korpsnya. "Saya ingin bebas mengkritik tanpa ada beban," tuturnya, lantas tertawa.

Keinginannya terpenuhi. Tepat 1 Juni 2007, Sadjijono resmi beralih status dari anggota Polri menjadi PNS di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Di bawah naungan Kopertis Wilayah VII, dia diperbantukan untuk mengajar di FH Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubhara).

Dia merasa beruntung alih status tersebut dilakukan tanpa hambatan yang berarti. Sebab, semua syarat sudah dikantongi. Di antaranya, harus bergelar doktor dan memiliki jabatan minimbal lektor. Apalagi, sebulan berselang dia mendapat surat rekomendasi dari Kapolda Jatim dan Kapolri.

Jabatan lektor diperolehnya di Universitas Narotama. Sebab, ketika aktif di kepolisian, Sadjijono aktif mengajar di perguruan tinggi itu, termasuk menjadi PJS rektor Ubhara pada 2006. Selain itu, dia aktif menulis sejumlah karya di berbagai jurnal ilmiah. Bahkan, hingga kini, pria kelahiran 3 Agustus 1953 itu telah menerbitkan sembilan buah buku. "Saya produktif karena bisa membagi konsentrasi untuk dua pekerjaan sekaligus (menjadi polisi dan akademisi)," bebernya.

Fokus menjadi akademisi membuat prestasi akademik Sadjijono kian moncer. Pada 2008, dia diangkat menjadi lektor kepala. Puncak prestasi akademiknya terjadi pada 1 Januari 2011. Kala itu, dia menerima SK dari Dirjen Dikti yang mengukuhkan dirinya sebagai guru besar dalam bidang ilmu hukum administrasi. Orasi ilmiah berjudul Konsepsi dan Kependudukan Hukum Kepolisian dalam Disiplin Ilmu Hukum dibacakan pada acara pengukuhan di Aula Utama Ubhara pada 11 Juni 2011. "Sekarang pangkat saya setara dengan jenderal," ungkapnya bangga.


Tonton lagi :

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ardini Maharani Dwi Setyarini

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co