GenPI.co - Kesepakatan DPR yang menjadikan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai inisiatif DPR mendapatkan apresiasi.
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, DPR masih memiliki kepedulian terhadap realisasi dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Tidak satu pun masyarakat di Indonesia setuju kekerasan seksual terjadi. Dari siapa kepada siapa pun, itu tidak boleh terjadi,” katanya di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Emrus mengusulkan agar terdapat pasal yang mengakomodasi kekerasan seksual di lingkungan suami dan istri.
Usulan tersebut dilandasi oleh tingginya kemungkinan pemaksaan hubungan kepada pasangan masing-masing, baik pemaksaan oleh suami kepada istri, maupun dari istri kepada suami.
“Jadi, istri bisa menuntut suami dan suami bisa menuntut istri ketika melakukan tindak kekerasan seksual terhadap pasangannya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Emrus berharap terdapat sanksi yang keras kepada para pelaku tindak pidana kekerasan seksual.
“Itu pelanggaran HAM. Sangat tidak manusiawi. Saya harap diberikan sanksi yang sangat keras, apapun nama sanksinya,” tuturnya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR. Sebanyak sembilan perwakilan fraksi menyampaikan pendapat mereka tentang RUU TPKS.
Dari sembilan fraksi di DPR RI, hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR RI. (antara)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News