GenPI.co - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) harus bisa mengantisipasi kendala dalam proses hukum tindakan kekerasan seksual.
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, potensi hambatan pada proses hukum dalam penanganan kasus tindak kekerasan seksual saat ini sangat beragam.
Mulai dari adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban sampai dengan pemahaman yang tidak memadai dari para korban terkait tindak kekerasan seksual yang terjadi.
"Sejumlah kasus dugaan tindak kekerasan seksual yang terkuak beberapa bulan terakhir memperlihatkan hambatan akibat yang diduga pelakunya adalah atasan, pengajar, paman atau ayah dari korban," ujarnya di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Wanita yang akrab disapa Rerie ini berharap hadirnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dapat menjawab kebutuhan dan kepentingan korban tindak kekerasan seksual yang makin meningkat dan dengan modus yang beragam.
Rerie menilai, pemahaman masyarakat terkait tindak kekerasan seksual masih terbilang rendah. Misalnya, di ruang publik dalam pekan-pekan terakhir malah diwarnai beredarnya informasi yang salah tentang tindak kekerasan seksual.
"Seorang publik figur melalui media sosialnya malah menyarankan tindakan yang dikategorikan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak perlu dilaporkan ke pihak berwajib. Meski berikutnya publik figur itu meminta maaf kepada publik atas saran tersebut," katanya.
Oleh karena itu, berbagai peristiwa terkait tindak kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat harus mampu diatasi oleh produk RUU TPKS yang saat ini sedang dalam proses pembahasan. (antara)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News