Cerita Horor : Kaki Ke-15 Itu Bukan Manusia!

27 Juli 2019 23:59

GenPI.co - Nama gue, sebut saja Gina. Gue dikenal sebagai cewek tomboy di kampus. Sebuah universitas swasta di Jakarta Selatan. Gue bukan anak pecinta alam walaupun gue tomboy. Tapi gue lebih senang nongkrong bareng temen-temen yang hobi naik gunung. Bukan apa-apa, soalnya cowok semua, hehehe. 

Kenapa gue gak bergabung dengan pecinta alam di kampus? Simpel aja, gue mager alias males gerak, sementara mendaki gunung bukan pekerjaan mudah. Gue kebayang rasa lelahnya meski belum pernah mencoba sama sekali. Sampai akhirnya salah satu dari mereka mengajak gue untuk ikutan kemping di Gunung Gede Pangrango. Namanya sebut saja Eros. Dia ketua pecinta alam.

Sesekali ikutan kemping, lah Gin. Enak tau, katanya

Ogah banget. Capek bawa-bawa carrier (tas gede buat naik gunung). Belom lagi nanjak-nanjak, hadeh, malasnya, kata gue.

Lah itu seninya. Udah nyoba aja dulu, nanti pasti ketagihan. Gue janji, kalo lu capek, nanti gue dorong ke atas, hehehe, Eros nyengir.

Ilustrasi Pangrango (Foto : Istimewa)

hmmm, tawaran menarik. Gue bilang ke Eros untuk pikir-pikir dulu. Lagian gue juga kepo. Seperti apa sih di gunung itu? Memang seringkali keindahannya terwujud dalam foto-foto teman-teman pecinta alam yang luar biasa. Memandangi matahari terbit sampai tenggelam. Menyenangkan sekali. Belum lagi merasakan kesejukan mata air yang diceritakan sangat alami, dan jernih. Mungkin memang ini saat yang tepat untuk belajar mendaki gunung.

Apalagi jalur Gede-Pangrango melalui Cibodas lumayan ramai. Banyak pendaki pemula yang mencoba menaklukkan alam pertama kali di gunung ini. Jadi gue gak perlu merasa takut dengan berbagai hal yang konon identik dengan misteri semesta dan mahluk di dalamnya, termasuk yang tak kasat mata.

Ah tenang, gue ber-15 orang ini. 14 laki dan gue cewek sendiri. Hohoho, gue ngebayangin betapa dimanjanya nanti di sana. 

Oke, mulailah perjalanan yang luar biasa di hari bahagia. Sabtu, 12 Oktober 2013, dengan menyewa bus nanggung, kami menuju Gede-Pangrango melalui jalur Cibodas. Jangan tanyakan lewat mana-mananya, gue bener-bener gak inget lantaran selama di bus gue tidur!

Bangun-bangun, gue sudah sampai di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan waktu menunjukkan persis jam 12.00 WIB. Di sana gue mampir dulu ke Pos Mabes Jagawana untuk didata. Pendataan ini perlu agar bisa diketahui petugas SAR jika ada suatu hal yang tak diinginkan terjadi, entah kesasar atau kecelakaan saat mendaki Gede Pangrango.

Kelar semua, oke pendakian dimulai. Sebelumnya tim mulai berdoa dulu dan berhitung. Kami dibagi menjadi 3 tim, yang satu tim terdiri dari 5 orang. Ada yang berjalan lebih dulu, di tengah, dan di belakang. Mereka yang jalan duluan dan jalan belakangan adalah yang paling mengenal gunung ini.

Waduh, baru sampai di pos yang namanya Batu Kukus, tangan dan kaki gue sudah gemeteran. Capek banget, coy. Padahal perjalanan untuk melihat puncak Pangrango masih sangat jauh. Tapi jujur, gue udah gak sanggup. Mana dingin banget. Gue bener-bener gak sanggup. jam udah menunjukkan pukul 15.30 WIB, artinya gue sudah berjalan selama 3,5 jam menanjak! Pantes pegel banget.

Tapi Ketua Tim, si Eros menyuruh kita semua melanjutkan perjalanan sebab pos itu belum layak untuk dijadikan tempat peristirahatan. Mending di Pos Pemandangan saja. Enak dan lebih dekat dengan air panas, kata Eros

Tim mengangguk semua kecuali gue. Eros cuma senyum dan dia menarik tangan gue. Ayo, gendut, jangan malas. Mau sendirian di sini? Gue dorong badan lu, deh. Gue udah janji, kan? katanya lagi.

Gue cuma manyun. 

Lalu Eros menarik tangan gue sekali lagi. Akhirnya mau gak mau gue mengikuti mereka. Daripada sendirian di sini. Eros pun menepati janjinya untuk mendorong tubuh gue yang udah bener-bener lemas. 

Taman Nasional Gede Pangrango (Foto : Istimewa)

Kayaknya tanggung ya kalau hanya di Pos Pemandangan. Mending lanjut ke Kandang Batu aja, yuk. Lebih luas tempatnya, ujar Eros. Tim mengiyakan walau muka gue udah sewot banget.

Akhirnya sampai juga di Kandang Batu. Kami menjumpai beberapa pendaki lainnya. Senyum tegur sapa dan ramah saling dilontarkan, tapi tidak dengan kondisi gue yang sudah kelelahan banget. Gue langsung tiduran di tanah bebatuan yang agak landai dengan tenggorokan mengering dan hawa dingin yang bikin bibir retak-retak. Aduh, bener-bener mampus. Capek banget, sumpah!

Ya udah Gina istirahat aja, biar kita yang bangun tendanya, ujar Eros. Wah, kebetulan banget. Pucuk dicinta ulam tiba. Emang gue udah gak mau ngapa-ngapain saking lemesnya. Heran sungguh heran, yang lain biasa saja. Gak tampak kelelahan dari wajah mereka. 

Eros mengeluarkan tenda berbahan terpal tebal dan gede banget. Mirip tenda untuk acara-acara di outdoor. Mereka sengaja membawa tenda sebesar itu agar dapat tidur bersamaan. Oia, waktu menunjukan pukul 18.15 WIB dan di tempat ini yang kemping cuma kami. Gak ada rombongan lain. Mereka lebih memilih di Kandang Badak sebagai pos terakhir supaya besoknya bisa sampai ke puncak Pangrango yang indah berhias Edelweis.

Ah, bodo amat, lah. Udah capek beneran.

Kelar tenda didirikan, sleeping bag digelar, selimut yang berfungsi sebagai bantal langsung gue samber. Gue gak ngerti berapa lama gue tidur yang jelas Waktu sudah pukul 02.00 WIB. Wow, lama juga gue tidur ya. 

Semua juga sudah lelap. Hanya Eros yang masih terjaga sambil membaca buku biografi Soe Hok Gie yang amat disukainya. 

Belum tidur? Tanya gue.

Eros menyunggingkan senyum sambil menggeleng.  Lah, lu sendiri kenapa malah bangun? Gak tidur lagi? Giliran gue yang menggeleng.

Entah kenapa hawa Gede Pangrango jadi agak-agak mistis di sepertiga malam begini. Sunyi banget. Saking sunyinya, setiap suara kedengeran. Tak berapa lama Eros malah nguap. 

Perasaan tadi belom ngantuk. Kenapa mendadak ngantuk, ya? Gue tidur duluan ya, Gin. Baek-baek lu, kata Eros segera beringsut ke jejeran anak-anak yang tidurnya udah kayak ikan pindang.

Eh, maksudnya baek-baek apa, nih? Ah bodo amat, lah.

Gue bikin kopi yang memang sudah disiapkan. Sachetan plus air termos. Anak-anak ini memang sudah mahir survive. Sampe perbekalan kayak gini mereka pikirin. Kelar bikin kopi, gue duduk di seberang anak-anak tidur. Hehehe, kocak juga ya tidur jejeran gitu. Kayak rakit dari bambu. Gue mainan game di hape yang gak bersinyal. Bosen. Lalu, apa saja gue perhatiin. Lampu yang dibawa anak-anak, merek apa ya? Terang banget. Tendanya juga keren. Ada jendelanya yang dilapisi plastik tebal. Yang juga jadi perhatian gue adalah, kaos kaki anak-anak mapala yang warna-warni. Ada yang gambar klub bola Manchester United hingga Hello Kitty. Gue pun saking gabutnya, menghitung sepasang telapak kaki mereka.

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, gue seruput kopi.

10, 11, 12, 13, 14, 15, aman, semua ada, gue kembali seruput kopi. Tiba-tiba gue terhenyak. Bulu kuduk berdiri dengan tegangnya. Gue baru tersadar, jumlah 15 orang itu termasuk gue! 

Ah, mungkin gue salah hitung. Gue ulang dari awal. 1, 2, 3, .... dan 15! Sial, beneran sial! Mereka yang tidur ada 15 orang! Seharusnya plus gue baru 15! Itu siapa yang tidur di antara temen-temen gue, ya Allah!

Baca juga :

Mengerikan, 'Topi' Gunung Rinjani Bisa Jadi Tanda Bencana Dahsyat

Jalur Pendakian Gunung Gede Pangrango Ditutup 17 Agustus 2019

Viral, Deretan Angklung Bunyi Sendiri di Gudang Tua!

Asli jantung gue berdebar sangat kencang. Gue bangun dari duduk pelan-pelan, memberanikan diri gue mendekati teman-teman yang sedang tidur. Ada beberapa orang yang ditutup wajahnya. Gue hitung kembali dan jumlahnya masih 15. Wajah yang ditutup kain ada 3 orang. Dan salah satu dari mereka gue gak tau siapa. Orang atau bukan, gue gak ngerti. Intinya satu dari mereka yang tidur bukan anak rombongan ini! Atau malah bukan orang! Sialan, gue makin merinding! 

3 orang yang wajahnya ditutup benar-benar bikin gue penasaran. Apa gue harus ngebuka satu-satu, ya? Bagaimana jika tiba-tiba dia bangun dan mengejutkan gue? Bener-bener kacau! Namun di tengah kengerian yang sangat, gue malah datang ide bagus.

Bangun! Woy bangun lu semua! Bangun! Bangun! teriak gue membangunkan semuanya dengan membabi buta. Termasuk tiga orang yang wajahnya tertutup kain. Sampai gue tendang-tendangin.

Bangun! Buruan bangun! Salah satu dari lu semua bukan manusia! teriak gue memecah keheningan dini hari.

Eros yang pertama terbangun dalam keadaan agak panik. Dia langsung mendekati gue, Kenapa lu, Gin? Lu gak apa-apa? tanyanya. Yang lain beringsut bangun semua. Sampai yang ditutup kain 3 orang pun ikut terbangun dan menyingkap kain mereka. Gue bengong. Ternyata mereka bagian dari rombongan.

Gue segera pegang tangan Eros. Ros, sumpah ya. Tadi gue iseng ngitungin kaki anak-anak. Gue itung jumlahnya 15. Awalnya gue biasa aja sampai gue sadari bahwa 15 itu sama gue harusnya. Yang tidur di tengah-tengah kalian ada orang asing atau mahluk asing. Tapi gue gak tau siapa dan apa. Ada 3 orang ditutup mukanya. Awalnya gue curiga sama mereka. Tapi gue gak berani ngebuka penutupnya. Sekarang kebuka dan ternyata emang bagian dari tim. Trus siapa yang ke-15? Gue takut, Ros! kata gue cepet.

Eros hanya diam sambil memandang ke seluruh penjuru. Lalu dia senyum simpul. Gak pa pa, Gin. Mungkin ada yang pengen kenalan sama, lu. Cuekin aja. Udah beda alam ini. Banyak doa aja dan hindari pikiran buruk, kata Eros. Gue cuma diam sebab rasa ketakutan ini hebat banget.

Ya udah, lu tidur aja. Samping gue biar gak takut. Tenang, gue gak bakal ngapa-ngapain. Yang penting lu juga jaga pikiran lu. Usahakan tidak berkata buruk, berpikiran buruk. Udah yuk ah tidur, Eros mulai menyuruh yang lain tidur merapikan kembali matras. 

Kalo tidur semua, barang-barang siapa yang jagain? tanya gue.

Gak usah takut, Gina. Para pendaki di sini meyakini bakal dapat karma kalau macam-macam atau mengambil yang bukan haknya. Lu percaya ama gue, deh. Gue udah ratusan kali ke sini dan gak pernah kehilangan apa pun, Insya Allah, kata Eros.

Gue pun menuruti kata Eros. Gue tidur di sebelah kanan Eros persis. Sebelah kiri gue ada si Wildan yang kini jadi wakil ketua anak pecinta alam. Aman lah, ya. Bismillah. Semoga tidur gue tenang. 

Waktu menunjukkan pukul 03.10 WIB. Gue tidur dengan memiringkan badan ke arah kanan. Gue pandangin wajah Eros. Lucu juga nih, anak. Bibirnya tipis untuk ukuran cowok. Alisnya tebal, hidungnya gak terlalu mancung tapi juga gak pesek. Yang bikin Eros menarik itu, matanya. Kayak mata kucing dengan sudut mata mengarah ke atas. Kumis dan berewok tipis menambah ketampanan Eros. 

Eros tidur membelakangi Asep, anggota mapala yang bertugas mengatur logistik selama di Gede Pangrango. 

Lama-lama memandangi wajah Eros, pelan-pelan mata gue kriyepan. Mata gue agak sedikit membuka ketika gue liat tangan Asep memeluk bagian perut Eros dari belakang. Ahelah, ada-ada aja si Asep kalo tidur. Pecicilan banget. 

Dan ketika mata mau setengah menutup, seketika gue langsung terbelalak menyaksikan tangan yang memeluk Eros beringsut ke arah dada. Itu bukan tangan Asep. Tangannya putih banget, pucat, dengan urat-urat yang terlihat tapi bukan menonjol. Seperti tangan perempuan. Iya, itu tangan perempuan! Kukunya panjang dengan ujung kuku berwarna kehitaman. ASTAGFIRULLAH, itu tangan siapa?!

 

Mata gue gak mampu gue pejamkan lagi. Gue terus memandang ke tangan itu, lalu gue melihat ke wajah Eros. Tiba-tiba dari balik leher Eros, muncul rambut yang amat panjang hingga menutupi muka Eros dan dari balik telinga Eros ada mata putih semua yang menatap gue sambil berkedip sekali! BANGS*T! KUNTILANAK! 

EROS!!!! Gue teriak sekenceng-kencengnya dan gue gerakkan seluruh tubuh gue, meninju wajah Eros dan kaki gue sampai menendang tubuh Wildan. Gue sampai menangis dan tubuh gue melemas. Dengan sisa-sisa tenaga gue, gue kerahkan untuk membangunkan semua anak-anak. Kali ini tangisan gue yang memecah pagi dini hari berhasil membuat semua orang kalut. Kenapa lu, Gin? Kenapa? tanya mereka hampir berbarengan. 

Pulang! Gue mau pulang! Ayo pulang sekarang! Gue udah gak sanggup. Pulang, Ros! pinta gue sambil nangis. 

Semua tim terdiam melihat gue menangis. Ada Wildan yang langsung mengambil air putih. Minum dulu, Gin. Biar tenang, katanya.

Gue habiskan air putih sekali tenggak. Gue masih menangis. Eros pun gak tahan melihat gue bercucuran air mata. Dia memeluk gue erat banget. Gue tadi liat, liat ...., belum kelar omongan, Eros sudah menyuruh gue berhenti. Gak usah diomongin, gue udah tau, kata dia sambil terus memeluk gue.

Ya udah, sekarang jangan ada yang tidur. Bangun semua. Jagain Gina. Nanti jam 05.00 WIB, kita kemas-kemas, kita balik, kata Eros memerintahkan yang lain. Syukur alhamdulillah gak ada yang menggerutu. Mungkin mereka biasa dengan situasi seperti ini. Jujur gue sendiri merasa gak enak, tapi apa daya. Gue udah gak mau lagi berada di tempat ini. Gak cocok buat orang penakut kayak gue.

Semuanya beranjak membuat kopi dan bikin mie instan. Eros gak jauh-jauh dari gue. Gue akuin, walau pada nguap-nguap, tapi rasa setia kawan anak-anak pecinta alam ini patut diacungi jempol. Mereka gak ada yang mengejek gue dengan sebutan penakut, nyusahin, atau apa lah. Beberapa malah menghibur gue yang lagi merasa ngeri.

Matahari sudah mulai terlihat malu-malu di arah Timur, menyembul dari keindahan Gede Pangrango di pagi hari. Dinginnya menembus 3 lapis baju yang gue kenakan. Tim sudah selesai berkemas-kemas. Saatnya untuk balik ke Jakarta. Sebelum pulang, kami membaca doa kembali. Tim pertama jalan lebih dulu diikuti tim tengah yang terdiri dari aku dan ada Eros di situ. Gue berjalan mengikuti langkah kaki Eros yang sudah terbiasa dengan jalur agak licin karena embun. 

Entah kenapa, Gue ingin menengok ke belakang, di tempat kami berkemah semalam. Gue perhatikan jajaran pohon dan ketika tersadar, di sana ada sosok wanita berbaju abu-abu melambaikan tangan! Damn! Gue menengok ke depan lagi dan mempercepat langkah. Alhamdulillah, perjalanan pun lancar dan kami sampai kembali di Taman Nasional Gede Pangrango. Tempat awal sebelum kami mendaki.

Itu lah pertama kalinya gue ketemu dengan mahluk tak kasat mata. Bahkan sampai detik ini gue masih ingat sekali pandangan matanya. Peristiwa ini sekaligus menyadarkan gue bahwa gunung memang tempat yang misterius di balik keindahan alamnya. 
 

(Seperti diceritakan oleh Gina kepada GenPI.co)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ardini Maharani Dwi Setyarini

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co