Kasus Bupati Langkat Berbuntut Panjang, Edy Rahmayadi Tegas

08 Februari 2022 07:40

GenPI.co - Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi ikut menanggapi fakta yang ditemukan oleh Komnas HAM RI terkait adanya pasien di kerangkeng milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang tewas.

Bahkan dari temuan Komnas HAM, pasien yang tewas itu lebih dari satu.

Edy Rahmayadi lantas smengaku tidak mau berkomentar banyak terkait kasus tersebut.

BACA JUGA:  Gubernur Sumut Edy Rahmayadi Kirim Warning Omicron, Nggak Nyangka

Dia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak kepolisian.

Mantan Panglima Kodam I Bukit Barisan itu menegaskan agar kasus itu diusut tuntas.

BACA JUGA:  Ferdinand Hutahaean Semprot Pedas Edy Rahmayadi, Isinya Telak

"Sedang didalami oleh polda, kami tunggu. Di mana letak salahnya, yang pasti kalau tidak legal, salah itu," ujar Edy Rahmayadi dikutip dari JPNN.com, Selasa (8/2/2022).

Mantan Pangkostrad itu menambahkan Pemprov Sumut juga telah menurunkan tim untuk melihat kondisi kerangkeng yang terletak di rumah pribadi Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.

BACA JUGA:  Respons Edy Rahmayadi Usai Bupati Langkat Kena OTT KPK

"Kami menghentikan itu, harus ada izin. Saya kejar itu legalitas, dia (kerangkeng) tidak ada legalitas. Saya baru bisa melangkah di situ," jelas Edy Rahmayadi.

Pria kelahiran 10 Maret 1961 itu juga mengimbau agar seluruh bupati dan wali kota untuk mengawasi rehabilitasi swasta di wilayahnya masing-masing.

Dia tak ingin, ada tempat rehabilitasi yang tidak sesuai aturan.

"Bupati lakukan monitor, yang melakukan (rehabilitasi) non-prosedural, itu tidak boleh, Ilegal," tutur dia.

Sebelumnya, Komnas HAM RI menemukan fakta bahwa pasien di kerangkeng milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dianiaya hingga tewas.

"Faktanya memang kami temukan terjadi proses rehabilitasi yang memang penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa," kata Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Mohammad Choirul Anam saat konferensi pers di Mapolda Sumut, Sabtu (29/1/2022) lalu.

Choirul menerangkan temuan adanya pasien yang dianiaya hingga tewas itu ternyata juga ditemukan oleh Polda Sumut dengan korban yang berbeda.

Dia sendiri tidak memerinci berapa banyak pasien yang tewas karena mendapat kekerasan di dalam kerangkeng itu.

Pasalnya, hal tersebut masih tengah didalami.

"Kalau ditanya memang berapa yang meninggal, itu pasti lebih dari satu. Jangan tanyak siapa namanya, dan jumlahnya karena memang sedang berproses. Terakhir meninggal tak lebih dari satu tahun," ungkapnya.

Choirul menuturkan penganiayaan itu intensif diterima oleh pasien pada awal masuk ke kerangkeng itu. Lama kelamaan, tingkat kekerasan itu mulai berkurang.

"Jadi, ada satu pola dimana terjadinya yang paling intensif ketika awal orang masuk ke sana. Nanti, ketika prosesnya sudah mulai agak lama, itu sudah mulai berkurang mendapatkan kekerasan," tandasnya.(mcr22/jpnn)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co