GenPI.co - Rancangan Undang-undang Ibu dan Anak (RUU KIA) dinilai belum tegas mengatur hak maternitas khususnya hak cuti melahirkan bagi pekerja perempuan.
Pemerhati masalah perempuan Dr Hadawiah dari Lembaga LaPISMedik mengatakan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga sekaligus pekerja perlu mendapatkan hak spesial terkait hak maternitas.
"Legislator dapat menerima kajian-kajian ilmiah sebagai bahan pertimbangan penyusunan RUU menjadi undang-undang," ujarnya di Makassar, Sabtu (2/7/2022).
Koordinator Perempuan Mahardhika Mutiara Ika Pratiwi mengatakan pihaknya pernah melakukan sebuah penelitian tentang pengabaian hak maternitas pada 2017.
Penelitian tersebut menunjukkan 50 persen buruh perempuan itu merasa takut saat hamil.
Beberapa pasal RUU KIA disebutkan setiap ibu wajib memeriksakan kesehatan kehamilan, mengupayakan pemenuhan gizi, dan memeriksakan kesehatan ibu dan anak secara berkala.
"Hal itu tidak bisa dilakukan seorang ibu pekerja saat hamil, karena situasi kerja dengan sistem kontrak," ujarnya.
Selain itu, kondisi kerja memaksa memaksa ibu untuk tidak memberikan ASI ekslusif pada bayinya.
"Di dalam Undang Undang Ketenagakerjaan hanya diatur 3 bulan cuti, namun realitanya itu tidak cukup memang untuk memberikan ASI secara eksklusif," katanya. (antara)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News