Pakar Hukum: Saksi Ahli BPOM Bantu Percepat Kasus Gagal Ginjal Akut

17 November 2022 15:20

GenPI.co - Pakar hukum medis Universitas Hang Tuah Surabaya Eko Pujiyono mengatakan, kehadiran saksi ahli dari BPOM dalam kasus gagal ginjal akut dinilai sangat membantu proses penyelidikan secara signifikan.

Menurutnya saksi ahli diminta keterangannya karena kapasitas keilmuan serta pengalamannya sehingga bisa membuat terang suatu perkara.

“Kapasitas saksi ahli BPOM lahir dari keilmuan dan pengalaman yang mereka miliki sehingga  tentunya kolaborasi BPOM dengan Bareskrim ini bisa mempercepat proses penyelidikan atas peristiwa gagal ginjal akut,” tuturnya saat dihubungi di Jakarta (17/11).

BACA JUGA:  BPOM Harus Transparan Bahaya Zat Kimia Pada Air Mineral Kemasan

Terkait penanggungjawab dari kasus tersebut, Eko mengutip Instruksi Presiden No 3/2017 mengenai Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan.

Menurutnya, pengawasan obat dan makanan tidak hanya dibebankan pada BPOM namun juga beberapa lembaga atau institusi pemerintah yang lain, dimulai sejak tahap pengadaan bahan, tahapan produksi, distribusi atau penyaluran hingga pada tahap penggunaan dalam sistem pelayanan.

BACA JUGA:  Menkes Budi Bongkar Penyebab Terbesar Korban Anak Meninggal Akibat Gagal Ginjal Akut

Oleh karena itu, lanjutnya, ketika berbicara tentang investigasi dalam suatu kasus, tidak bisa hanya pada satu titik saja namun harus mulai dari hulu ke hilir.

“Dalam tahapan produksi, kementerian lain dituntut untuk meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam proses produksi. Ini juga berkaitan dengan Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,” paparnya.

BACA JUGA:  Ibu Belum Vaksin Covid-19, ASI Bikin Gagal Ginjal Akut, Hoaks!

Menurut peraih gelar Doktor Hukum Medis di Universitas Airlangga tersebut, sangat jelas bahwa BPOM perlu diberikan kewenangan tambahan terkait pengawasan obat dan makanan.

“Keberadaan BPOM tidak cukup hanya dari Peraturan Presiden No 80/2017. Artinya, pada masa yang akan datang, harus ada peraturan yang membahas khusus tentang pengawasan obat dan makanan agar kewenangan-kewenangan BPOM ditetapkan dalam bentuk Undang-Undang,” jelasnya.

Eko pun menyarankan harus ada kordinasi yang kuat antar departemen yang telah diamanahkan oleh Instruksi Presiden 3/2017 tersebut agar pengawasan lebih efektif. 

Sejak tanggal 7 Oktober yang lalu, BPOM telah melakukan serangkaian tindak lanjut dari kasus Kejadian Tidak Diinginkan Acute Kidney Injury (KTD AKI) tersebut seperti investigasi dan penelusuran obat yang digunakan pasien.

Selain itu, intensifikasi surveilans mutu produk, pendalaman hasil pengawasan, analisis kausalitas bersama pakar, serta pemberian sanksi administrasi kepada industri farmasi atas ketidaksesuaian atau pelanggaran peraturan.

Pada periode 21 Oktober hingga 10 November 2022, BPOM telah menerima 54 laporan KTD AKI dari 13 provinsi untuk kajian kausalitas KTD dengan obat.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co