GenPI.co - Fenomena pamer kekayaan (flexing) di media sosial kembali menjadi topik hangat belakangan ini setelah beberapa oknum pejabat dan keluarganya terlihat menunjukkan koleksi kendaraan mewahnya.
Pengamat media sosial Institute for Digital Democracy (IDD) Yogyakarta Bambang Arianto, menilai, hal ini menjadi hal lumrah saat ini di era digital.
“Kita juga tidak berhak melarang seseorang untuk pamer kekayaan di media sosialnya masing-masing. Pasalnya, setiap orang punya kepentingan masing-masing dalam mempergunakan media sosial,” ujar Bambang dalam keterangan resminya, Jumat (3/3).
Menurutnya, saat ini media sosial tidak hanya untuk mencari informasi dan komunikasi, tapi juga untuk interaksi sosial, seperti untuk membangun pencitraan dan eksistensi diri.
Seseorang yang menggunakan media sosial, lanjut Bambang, biasanya akan terpacu untuk menampilkan apapun yang ia lakukan termasuk perolehan harta kekayaan.
“Ada yang merasa bahwa dengan mengunggah konten kekayaan di media sosial akan merasa puas dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri,” jelas Bambang.
Dia menilai, hal itu tidak salah karena memang kehadiran media sosial itu menciptakan ruang baru bagi kita untuk menampilkan eksistensi diri. Asalkan cara mengunggah konten di media sosial tetap santun dan kreatif.
Menurut Bambang, tidak semua pengguna media sosial bisa menciptakan konten kreatif, sehingga ketika ingin mengunggah konten tentang kekayaan pribadi malah jatuhnya seperti seseorang yang sedang pamer kekayaan.
“Banyak yang salah kaprah kalau media sosial itu seperti rumah milik pribadi. Padahal, meskipun aktivitas media sosial itu privat, tapi setiap konten yang kita unggah bisa diketahui oleh follower,” paparnya.
Oleh sebab itu, dirinya mengajak agar para pengguna media sosial (warganet) bisa memproduksi konten kreatif yang mendidik, sehingga konten yang diciptakan tidak merupakan konten yang pamer harta.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News