Wiranto Ditusuk, Nih Fakta dan Analisis Pengamat Terorisme

12 Oktober 2019 15:50

GenPI.co - Modus yang digunakan pelaku penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto sebenarnya bukan hal baru. Pengamat terorisme Ali Fauzi mengatakan, modusnya hampir sama seperti kejadian-kejadian sebelumnya, yakni menargetkan aparatur negara.

"Bulan lalu di Surabaya juga sama, oknum melakukan penyerangan terhadap anggota polisi di Polsek Wonokromo. Sekarang bergeser ke Barat, ke Banten, malah yang diserang adalah aparat yang lebih tinggi. Ini bukan hal baru," ujar Ali Fauzi dikonfirmasi di Surabaya, Jumat (11/10).

Dia mengatakan, berdasarkan hasil analisisnya, ada perubahan tren penyerangan terorisme dibandingkan dengan kasus lebih lama.

Ali Fauzi membagi aksi terorisme di Indonesia menjadi dua, yakni yang dilakukan mulai 2000 hingga 2010. Pelakunya adalah Jamaah Islamiyah (JI) dengan sasaran simbol barat, hotel, turis asing dan lain-lain.

Sementara itu, sejak 2010 hingga saat ini, pelaku didominasi oleh mereka yang terafiliasi ISIS, seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).

Menurut Ali Fauzi, tren penyerangan yang dilakukan juga berubah, bahkan penyerangan seperti saat ini, hampir tidak terjadi di 2000 hingga 2010.

"Dulu banyak melakukan cara kasar, bom mobil, bom rompi, jumlah korban juga bisa ratusan orang. Belakangan bergeser. Serangannya bervariasi. Kadang pakai bom tapi kecil, kadang melakukan perampokan, sering juga melakukan penyerangan terhadap polisi," bebernya.

Selain aksi terorisme yang berubah, lanjut dia, doktrin dan ideologi yang dianut pelaku teror juga berbeda, yaitu kelompok lama yang didominasi Jamaah Islamiyah pemikirannya lebih halus daripada kelompok sekarang.

Dia menyebut kelompok lama pemikiran takfiri terhadap pemerintah lebih halus dan lebih menyasar pada takfir aini atau per individu.

"Sementara kelompok ISIS menggunakan takfir Amm, pengafiran secara menyeluruh. Bahwa semua aparat pemerintah kafir. Seluruh komponen yang mendukung NKRI kafir dan boleh dibunuh," kata mantan teroris itu.

Ali Fauzi berpendapat, penyerangan terhadap aparatur negara tersebut tidak bisa dikatakan konyol. Sebab, dilakukan seperti itu karena kemampuan mereka yang terbatas.

"Bisa saja mereka terlebih dahulu terkontaminasi paham jihad yang susah dibendung, sehingga semangat lebih besar dari kemampuan. Mereka belum pernah belajar cara peledakan, akhirnya apa pun cara dan bagaimana kemampuan tetap menyerang. Yang penting eksistensi mereka ada," tuturnya. (Ant)
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co