Rocky Gerung Dikriminalisasi, Malah Banyak Dapat Simpati

07 Desember 2019 14:14

GenPI.co - Rocky Gerung malah mendapatkan banyak simpati usai diduga menghina presiden saat dialog di ILC.

Pernyataan Rocky Gerung yang diduga menghina presiden memang masih menjadi perdebatan.

BACA JUGA: Aura Prabowo Sumpah Luar Biasa, Menhan Australia pun Sepakat...

Namun, ketika pernyataan Rocky Gerung akan di laporkan ke Kepolisian, hal tersebut langsung memantik pro dan kontra.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengaku prihatin ancaman kriminalisasi yang menimpa pengamat politik Rocky Gerung, hanya gara-gara kritik kepada presiden tersebut.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Top Banget, Kasus Novel Baswedan Yakin Ketemu...

"Ancaman itu menunjukkan rendahnya mutu peradaban politik kita. Kritik terhadap Presiden adalah sesuatu yang biasa dan harus diterima di tengah iklim demokrasi," kata Fadli di akun Twitter-nya @fadlizon sebagaimana dikutip jpnn.com, Sabtu (7/12).

Menurut Fadli Zon adalah sesuatu yang biasa dalam forum diskusi terdapat adu argumentasi.

BACA JUGA: Kekayaan Dirut Garuda yang Dipecat Erick Thohir Bikin Melongo

"Buruk sekali jika setiap perbedaan pendapat di forum diskusi harus dihakimi oleh polisi dan pengadilan," katanya.

Anggota Komisi I DPR itu menambahkan, pernyataan Rocky di dalam forum yang dia juga hadir sebagai salah satu narasumber adalah berisi kritik, bukan penghinaan.

BACA JUGA: Menhan Prabowo Bangunkan Militer dari Tidur: Kita Harus Berdikari

"Ketika dia menyatakan ‘Presiden tidak paham Pancasila’, semua orang yang punya kemampuan literasi pastinya paham jika dia sedang beretorika," Twit Fadli.

Fadli Zon menjelaskan, retorika adalah bunga bahasa, seni berbicara. 

Karena itu, ujar Fadli, sia-sia menghubungkan retorika dengan kamus bahasa. 

BACA JUGA: Fenomena Rocky Gerung, Istana Bagai Makan Buah Simalakama

"Apalagi dengan Kitab Undang-Undang Pidana sebagaimana yang hendak dilakukan oleh beberapa orang berpikiran cekak," katanya.

Fadli Zon menyatakan retorika sebenarnya ada untuk meredam konflik. 

Dia menegaskan ruang publik politik memang sangat membutuhkan retorika.

"Bisa dibayangkan bagaimana seandainya semua orang harus berbicara terus terang untuk membela kepentingan dan pikirannya di ruang publik? Mungkin ruang publik kita isinya hanya makian dan sumpah serapah saja," jelasnya.

Fadli menambahkan untunglah ada retorika. Ini adalah sejenis peredam untuk memperkecil potensi benturan. 

Itu sebabnya setiap upaya untuk menyeret retorika ke hadapan pengadilan harus dikecam.

BACA JUGA: Aksi Heroik Prajurit TNI, Kibarkan Bendera Merah Putih di Asmat

"Menganggap Presiden sebagai Simbol Negara, sehingga mengkritiknya dianggap sebagai bentuk penghinaan, jelas anggapan salah kaprah. Konstitusi dan undang-undang kita tak pernah menyebut Presiden sebagai Simbol Negara," kata Fadli Zon.

Fadli menjelaskan dalam BAB XV UUD 1945, terutama dalam Pasal 35 hingga 36B, jelas disebutkan yang dimaksud sebagai simbol negara adalah bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaaan. 

Soal simbol negara ini diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co