BWCF 2018: Dari Meditasi Hingga Perayaan Literasi

23 November 2018 17:05

Kemegahan Nusantara Masa Lampau

Penampilan Nusa Tuak Sasando membius pengunjung di pembukaan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2018 di Borobudur Ballroom, Hotel Grand Inna (Garuda) Malioboro Jogja, Kamis (22/11). Petikan dawai-dawai sasando yang harmonis seolah menguatkan keragaman budaya Indonesia, persis seperti tema besar yang diangkat dalam event tersebut.

Tahun ini, BWCF mengusung tema “Traveling & Diary, Membaca Ulang Catatan Harian Pelawat Asing ke Nusantara”. Romo  Mudji Sutrisno S,J yang membuka ajang ini secara resmi mengatakan , tahun ini BWCF memasuki tahun pelaksanaan ke-7. Penyelenggaraannya masih tergolong sederhana dan apa adanya. Masih panjang perjalanannya dalam mempertahankan kontinuitas.

"Tapi sedikit demi sedikit kami kami berusaha membenahi diri dengan menambah program. Sehingga BWCF menjadi sebuah suguhan seni yang mumpuni," ujar budayawan yang akrab di sapa Romo Mudji itu.

Baca juga: Budaya yang Menyatukan Perbedaan

Romo Mudji menambahkan, berbagai terobosan baru coba disajikan BWCF 2018. Seperti halnya workshop dongeng anak. Untuk program ini, BWCF bekerjasama dengan Dr Murti Bunanta. Seorang penulis buku anak dan praktisi dongeng anak.

"Kami juga mengadakan sebuah festival film kecil-kecilan di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang sebagai sebuah paralel event. 4 buah film bertema Islam dan pluralisme karya sutradara Nurman Hakim akan diputar di Pabelan dan kemudian Nukman Hakim beserta pengamat film Marselli Sumarno akan mengadakan diskusi dengan para santri," ujar Romo Mudji.

Sementara itu, progam meditasi yang sudah di mulai dari tahun lalu tetap dipertahankan sebagai sebuah ikon baru BWCF.

"Tahun ini kami mengundang Laura Romano, seorang praktisi meditasi paguyuban kebatinan Sumarah, Romo Sudrijanto SJ dan Yudhi Widdiantoro untuk memimpin sesi yoga dan meditasi," imbuhnya.

BWCF  adalah  festival yang  juga menggabungkan perayaan dunia literasi dan dunia seni pertunjukan. Untuk itu BWCF juga ingin memberi perhatian sedikit besar ke seni pertunjukan. Dengan tema 'Migrasi', BWCF bahkan mengundang para koreografer dan teaterawan nasional. Seperti Ery Mefri, Bimo Wiwohatmo, Melati Suryodarmo dan Katsura Kan. Ada juga Miroto, Cok Sawitri, Toni Broer & Katia Engel, Jarot B Darsono, Yusril Katili dan Anwari.

Mereka diberikan kebebasan menafsirkan hal-hal yang berkenaan dengan “pengembaraan” dalam pementasan karya di panggung Aksobhya, Candi Borobudur.

"Catatan-catatan sejarah pelawat asing ini menjadi pemantik yang membentuk bangsa Indonesia. Ini menjadi sebuah pembahasan yang menarik untuk diangkat. Baik itu lewat sastra maupun pertunjukan," pungkasnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co