Optimalkan Sektor Pariwisata, BI Relaksasi Makroprudensial

03 Januari 2019 20:14

Optimalisasi sektor pariwisata dilakukan Bank Indonesia (BI). BI pun menerapkan relaksasi kebijakan makroprudensial. Dilonggarkannya instrumen ini diprediksi memberikan dampak positif bagi pariwisata di tahun 2019.

“Relaksasi kebijakan makroprudensial kami terapkan di tahun ini. Tujuannya untuk memberikan ruang tumbuh besar bagi pariwisata dan sektor terkait lainnya. Sebab, sektor pariwisata ini tetap menjanjikan di 2019,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (2/1).

Kebijakan makroprudensial diarahkan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan. Treatment ini pun diterapkan memalui pembatasan peningkatan risiko sistemik. Pada negara maju, regulasi ini disesuaikan dengan sektor keuangan. Acuannya adalah interaksi makro dan mikro ekonomi. Pendekatan ini sudah dijalankan di Indonesia pada 1997/1998, sebagai upaya pemulihan krisis keuangan yang membelit Asia.

Memiliki otoritas untuk menetapkan konsep makroprudensial, BI pun terus menjaga stabilitas keuangan. Harapannya, untuk mengeliminir risiko. Dalam pelaksanaannya, kebijakan makroprudensial biasanya diikuti beberapa perinsip. Kebijakan ini hanya bersifat menjadi pelengkap, lalu target dan sasaran harus jelas. Pelaksanaannya harus efektif dan diikuti konsep komunikasi positif.

“BI memiliki arah yang jelas di 2019. Secara teknis, kebijakan moneneter yang diterapkan memang pro stabilitas. Namun, untuk makroprudensial didorong bagi pertumbuhan ekonomi. Kami optimistis, cara ini akan sangat efektif bagi perekonomian,” terang Perry.

Membuka ruang pertumbuhan ekonomi, BI sudah memberikan sinyal jelas pada pelaku pasar keuangan. Arah kebijakan suku bunga acuannya tetap terfokus pada pengendalian inflasi dan nilai tukar. Dan, BI pun memasang target defisit transaksi berjalan turun hingga 2,5% PDB. Perry menambahkan, BI saat ini sedang mengkaji intrumen relaksasi idealnya.

“Kami saat ini terus mengkaji teknis relaksasinya. BI masih mencari instrumen ideal untuk mendorong sektor pariwisata, termasuk ekspor dan UMKM,” lanjutnya lagi.

Bergulirnya program makroprudensial tersebut selaras dengan finansial. Sebab, rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (ACR) perbankan tetap tinggi. Angkanya mencapai 22,9% di Oktober 2018. Lalu, rasio lukuiditas (AL/DPK) aman dengan porsi 19,2% pada bulan yang sama. “Sektor pariwisata ini efektif untuk menaikan devisa negara. Progressnya sangat menjanjikan,” tutur Perry lagi.

Menjadi mesin pencari devisa ideal, sektor pariwisata membukukan inkam USD12,5 Miliar pada tahun 2017. Angka ini naik sekitar 20% dari periode 2010. Waktu itu, sumbangsih devisa dari sektor pariwisata mencapai USD7 Miliar. “Kunjungan wisman ini memiliki pengaruh positif. Untuk itu, arus masuk dari wisman ini harus terus dioptimalkan,” jelasnya.

Pergerakan positif wisman di Indonesia sepanjang 2018 ini positif. Dari rentang Januari-September pun mengalami pertumbuhan 11,81%. Pada rentang tersebut, sebanyak 11,93 Juta wisman telah datang ke berbagai destinasi di Indonesia. Bandingkan dengan rentang sama di 2017, angkanya hanya mencapai 10,67 Juta wisman.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co