5 Mitos Menyesatkan Seputar Vaksin, Masyarakat Harus Tahu

13 Oktober 2020 19:50

GenPI.co - Ada beberapa mitos tentang vaksin yang berseliweran di tengah masyarakat.  Mitos-mitos tersebut membuat sebagian masyarakat enggan menjalani vaksinasi. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengamini bahwa satu dari sepuluh ancaman kesehatan global adalah keraguan orang atas vaksin. 

BACA JUGA: IDI: Covid-19 Susah Ditebak

Senada dengan hal itu, Windhi Kresnawati, dokter spesialis anak dari Yayasan Orang tua Peduli menyebutkan beredarnya mitos memang menjadi hambatan program vaksinasi sejak dahulu. 

Lalu, mitos apa saja yang perlu diluruskan, berikut ini penjelasan Windhi:

Mitos vaksin mengandung zat berbahaya

Windhi menegaskan bahwa hal ini keliru. Vaksin yang sudah diproduksi massal harus memenuhi syarat utama: aman, efektif, stabil, dan efisien dari segi biaya. Artinya panjang prosesnya. 

"Setelah dinyatakan aman, dipakai oleh masyarakat luas di bawah monitoring. Kalau negara kita di bawah BPOM.  Karena satu saja ada temuan efek samping yang tidak diinginkan itu bisa ditarik dan biasanya itu ketahuan di fase awal," ujar Windhi dalam Webinar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (12/10). 

Mitos vaksin sebabkan autisme

Windhi memastikan bahwa tidak ada kaitannya antara kandungan vaksin terhadap autisme pada anak. Hal ini sudah terbukti pada penelitian mendalam dan panjang, bahkan hingga lebih dari 10 tahun. 

Thimerosal merupakan salah satu kandungan vaksin yang sempat dituduh memicu autisme pada anak. Thimerosal ini berfungsi sebagai pengawet vaksin.

Amerika Serikat pernah menghapuskan kandungan thimerosal pada tahun 1999 karena takut bahwa kandungannya bisa memicu autisme. Tapi faktanya, setelah thimerosal dihapuskan, angka autisme di Amerika Serikat tidak turun. 

"Angka autis malah naik. Artinya tidak ada hubungan antara autis dengan thimerosal," kata Windhi.

Peneliti juga melihat kadar thimerosal pada tubuh anak autis dan anak non autis. Hasilnya, tidak ada perbedaan di antara keduanya. 

Mitos vaksin mengandung sel janin aborsi

Windhi pun membantah hal ini. Ia menjelaskan, virus memang perlu inang berupa sel hidup untuk bisa bertahan dan berkembang biak. 

Misalnya, virus campak, rubella, polio, bahkan SARS Cov-2 memerlukan inang berupa sel hidup. Dalam pembuatan vaksin, virus memang akan menginfeksi sel hidup itu dan diproduksi berulang-ulang selama bertahun-tahun dengan meninggalkan sel awal. 

Sedangkan yang diambil sebagai komponen vaksin adalah bagian dari virus atau virusnya tersendiri.

"Jadi, kalau ada yang bilang ada sel janin yang digunakan, itu terjadi pada tahun 1960-an, di mana digunakan secara legal untuk membuat vaksin dan itu sekali saja proses yang terjadi. Lantas apakah dalam vaksin ada sel janin? Jawabannya, hanya ada hasil produknya, yakni berupa virusnya saja," kata Windhi.

Mitos penyakit yang sudah ada vaksinnya, tak perlu vaksinasi lagi

Ini pun jelas hoaks. Banyak riset menunjukkan bahwa penurunan angka vaksinasi memicu kenaikan penyakit spesifik yang dilawan vaksin tersebut. 

Hal ini sempat terjadi di Indonesia pada medio akhir 2017 lalu, awalnya wabah difteri terjadi di Jawa dan merambah ke Sumatera. Pemerintah pun memutuskan untuk melakukan imunisasi nasional dan menggratiskan imunisasi difteri hingga usia 19 tahun.

"Di AS juga terjadi, tahun 2018 angka imunisasi turun dan muncul lagi. Polio sempat muncul kembali di Papua, padahal kita pernah dapat bendera bebas polio dari WHO," jelasnya.

BACA JUGA: Duh! 803 Apoteker Positif Corona, 6 Meninggal Dunia  

Isu vaksin haram

Windhi menyampaikan bahwa isu ini hanya terjadi di Indonesia. Bahkan di Timur Tengah dengan negara berpenduduk mayoritas Muslim, pro kontra terhadap kehalalan vaksin tidak terjadi. 

"Dan peserta haji wajib divaksin. Makanya saya bilang lucu, kenapa di kita doang. Jadi pemicunya ada Trypsin yang dipinjam dari enzim babi untuk hasilkan panen yang baik. Supaya dapat komponen vaksin," kata Windhi.

Ia mengatakan, masyarakat perlu memahami bahwa tidak ada bagian babi yang masuk dalam vaksin. Jadi, masyarakat tak perlu khawatir akan kehalalan vaksin. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co