Dekat & Nyaring: Kisah Pilu Kemiskinan di Perkampungan Ilegal

18 November 2020 22:15

GenPI.co - Sabda Armandio mencoba menceritakan kemiskinan yang hingga kini masih sangat dekat dengan keseharian banyak orang, melalui Novela Dekat & Nyaring.

Novela ialah bentuk karya sastra yang memiliki bentuk lebih kecil daripada novel. Dekat & Nyaring sendiri bisa dibaca dalam satu kali duduk lantaran hanya berisi 110 halaman.

BACA JUGABelajar Kesetiaan Cinta dari Novel Pudarnya Pesona Cleopatra

Latar belakang kemiskinan di Gang Patos mewarnai setiap halaman novela yang ringkas ini.

Dio menceritakan kemiskinan di Gang Patos seperti sebuah panggung teater.

Satu per satu tokohnya muncul ke tengah panggung, lalu menceritakan kesusahan mereka di perkampungan ilegal di luar tembok Permata Permai Residence.

Gang Patos dan Permata Permai Residence dibelah sungai, Dio mungkin sedang memberi gambaran bahwa si kaya dan si miskin itu hidup tidak jauh, sangat dekat dan nyaring.

Beberapa orang di Gang Patos sudah pergi meninggalkan kampung tersebut dan novela ini menceritakan sisa yang masih bertahan, dengan segala permasalahannya.

Frasa dekat dan nyaring yang sering muncul di novel ini menjadi penanda tiap babak kehidupan Gang Patos.

Tokoh-tokoh di dalam novela ini tetap konsisten, tidak bertransformasi layaknya sebuah novel. Hanya sesekali dihadirkan kisah masa lalu, tetapi porsinya tidak banyak

Tokoh Edi konsisten dengan orang cerdik yang selalu menemukan jalan di tiap masalahnya. Walaupun terkadang jalan yang dipilih tidak lumrah.

Lalu Nisbi ibu satu anak yang berusaha menciptakan dongeng-dongeng bagi anaknya, demi menutupi statusnya yang janda.

Anak dari Nisbi, disebut Anak Baik, memiliki sifat anak-anak pada umumnya, yang selalu penasaran dan punya pertanyaan konyol terhadap banyak hal.

Selain tokoh-tokoh tersebut, sosok Pak Koksi juga mencuri perhatian lantaran tidak muncul di novel secara fisik, tetapi kerap kali berhasil dalam meneror warga Gang Patos.

Dio tidak hanya bercerita tentang kehidupan Gang Patos. Dia juga menyampaikan pandangannya terhadap mitos di dunia sastra, di mana karya sastra harus menyuarakan hajat orang-orang kecil.

Kritik itu coba disampaikan Dio lewat tokoh Kina yang rela menikah dengan warga di Gang Patos demi menulis karya sastra yang otentik, sekaligus mengangkat suara orang kecil.

Dio justru berpandangan sebaliknya, seperti tertuang di dialog tokoh Dea Anugrah dengan Kina.

“Kenapa, sih, kau merasa perlu mewakili mereka? Itu sama saja dengan kau meremehkan kemampuan mereka. Mereka bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa perlu kau wakili.”

BACA JUGALampau, Novel Karya Sandi Firly yang Penuh Motivasi

Novel ini layak dibaca selain karena kisahnya yang menarik juga merupakan karya prosa terbaik 2019 dari majalah Tempo. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Irwina Istiqomah Reporter: Chelsea Venda

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co