Sarat akan Pakem, Rebranding Budaya Harus Ikuti 4 Syarat Utama

27 November 2020 20:20

GenPI.co - Upaya rebranding dinilai salah satu cara yang tepat untuk menaikkan citra kearifan lokal budaya di tingkat internasional. 

Mengingat budaya dan adat Indonesia memiliki pakem dan aturan yang tak boleh dilanggar, maka langkah rebranding pun tak boleh dilakukan sembarangan.

Edward Hutabarat, seorang desainer sekaligus kurator seni mengatakan, kesalahan rebranding bisa membuat identitas produk lokal yang punya nilai tinggi menjadi hancur.

BACA JUGAKKJ 2020: Ajang Perluas Akses Pasar UMKM dan Angkat Citra Budaya

“Contohnya di Tanah Batak. (kain) yang dipakai saat hamil, lahir, dan mati berbeda. Di daerah lain kainnya berbeda pula yang dipakai,” ujar Edward pada Webinar Promosi UMKM Ekonomi Kreatif Goes Global, Rabu (26/11).

Menurut Edward, delapan puluh persen produk kearifan lokal ialah benda peradaban. Dalam artian, produk tersebut awalnya diciptakan bukan untuk dijual, melainkan untuk melengkapi proses adat.

Perancang mode kondang tersebut menyebut, setidaknya ada 4 kriteria yang harus jadi perhatian utama sebelum melakukan rebranding produk peradaban.

1. Kekuatan Identitas

Produk kearifan lokal sudah memiliki nilai seni yang tinggi. Oleh karena itu, ketika akan melakukan rebranding nilai seni tersebut tidak boleh hilang atau terganti.

“Sebagian orang beranggapan batik (agar lebih diterima) dipotong asimetris, dikasih payet, dan bordir. Yang ada itu, wagu (tidak serasi). Tampilkanlah keindahan dengan hati-hati,” kata Edward.

2. Kualitas

Menurut Edward pelaku artisan UMKM mesti mendapat pengetahuan tentang kualitas dan identitas. Keduanya mesti berjalan beriringan.

Edward beranggapan ketika itu terpenuhi, maka 60 persen UMKM sudah siap bertarung di internasional.

3. Kreatif

Membangun rebranding itu seperti membuat infrastruktur dari hulu ke hilir. Dorongan dari pemerintah terkait dengan finansial dan digitalisasi menjadi angin segar bagi perkembangan umkm kreatif.

Akan tetapi, pemerintah perlu menambah wawasan dari artisan tentang selera seni. Salah satunya dengan membawa mereka ke galeri-galeri luar negeri, di mana itu akan jadi pengetahuan baru bagaimana mereka mengemas produk lokal.

BACA JUGAKemenparekraf Promosikan Wisata Budaya Yogyakarta ke Pasar Jerman

4. Modern

Edward mencontohkan ketika dia membranding batik pada 2006. Ketika itu, dia memiliki konsep bahwa batik harus dipakai untuk semua orang.

“Dia (batik) bukan dipakai untuk di atas red carpet, tetapi dipakai oleh selebritas red carpet ketika liburan,” tegas Edward.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid Reporter: Chelsea Venda

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co