GenPI.co - Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (PPPA) Anak Lenny N Rosalin menyatakan bahwa anak merupakan investasi negara yang paling berharga.
Oleh karena itu, Kementerian PPPA sangat mendukung upaya revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
BACA JUGA:
“Ada 79,5 juta anak di Indonesia atau sekitar 30,1 persen dari total penduduk. Mereka ini semua yang ingin kami lindungi dengan merevisi UU No 1 Tahun 1974,” papar Lenny dalam Diskusi Publik bertajuk Memastikan Kepentingan Terbaik Anak dalam Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, Selasa (8/12).
Sebelumnya, batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun.
Namun, dalam revisi UU No 1/1974 yang menjadi UU No 16 Tahun 2019 dinaikan dan menjadi setara dengan laki-laki, yaitu 19 tahun.
Batas usia yang dimaksud dinilai telah matang secara jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan.
BACA JUGA:
Harapannya, kenaikan batas minimal umur perkawinan bagi perempuan dapat mengurangi laju kelahiran dan mengurangi risiko kematian ibu dan anak.
“Dengan menaikkan usia perkawinan, kita secara otomatis memberikan hak hidup, tumbuh, dan berkembang kepada anak. Karena, ini dapat meminimalisasi risiko hamil muda,” papar Lenny.
Menurut Lenny, tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
“Jadi, jika ada pemohon yang mengajukan dispensasi perkawinan anak karena masalah jeratan utang, itu sangat bertentangan dengan hak anak serta poin dalam Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974,” jelas Lenny.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News