Biennale Jogja 2019, Melihat Asia Tenggara dari Perspektif Pinggiran

13 Maret 2019 09:35

Konsep istimewa akan dihadirkan gelaran seni Biennale Jogja tahun 2019. Seni wilayah sub-urban di Asia Tenggara menjadi sorotan utamanya. Diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta dan Museum Nasional Jogja, 20 Oktober hingga 30 November mendatang, tema yang diusung adalah ‘Indonesia bersama-sama dengan Asia Tenggara’. 

Direktur eksekutif Yayasan Biennale Yogyakarta Alia Swastika mengatakan, keistimewaan Biennale Jogja tahun ini terletak pada bagaimana Asia Tenggara akan dilihat dari perspektif pinggiran. "Asia Tenggara tidak dilihat dari perspektif urban, tetapi sebaliknya area asing seperti Pattani, Sabah, Kelantan, Mindano, atau Sungai Mekong yang bersejarah akan dihadirkan," kata Alia Swastika, dikutip dari The Jakarta Post (11/3).

Asia Tenggara dipilih karena berfungsi sebagai kesatuan budaya yang secara historis menawarkan kekayaan budaya yang luar biasa. Kawasan ini juga menghadapi banyak masalah penting yang jarang dibahas dalam platform arus utama.

Seri Equator dari biennale tahun ini adalah seniman yang telah menjajaki separuh bagian dunia. Mereka sebelumnya berkolaborasi dengan seniman dari negara-negara di sepanjang khatulistiwa, seperti India pada 2011, Arab Saudi (2013), Afrika (2015), dan Latin Amerika (2017). 

Tiga kurator tersebut adalah Arham Rahman dan Akiq AW dari Indonesia dan Penwadee Nophaket Manont dari Thailand. Sementara  seniman yang diundang untuk berpartisipasi adalah 30 dari Indonesia dan 21 seniman dari negara-negara Asia Tenggara.

"Karena telah "menjajaki" separuh dunia, sudah saatnya kita memandang diri kita sendiri, Indonesia dan kawasan Asia Tenggara," kata Alia.

Salah satu kurator Jogja Biennale, Akiq mengatakan tahun ini Biennale Jogja mengundang seniman-seniman yang berasal dari lokasi berbeda.

"Kami mendorong para seniman untuk melakukan perjalanan, baik melalui laut, darat, atau sungai," katanya.

Lokasi untuk perjalanan laut adalah sekitar kota Mandar di Sulawesi Barat. Sementara untuk darat melingkupi perjalanan dari Aceh ke Jambi di Sumatra, dan perjalanan sungai akan dilakukan di Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. 

Setiap perjalanan akan dilakukan oleh tiga seniman - dua dari Indonesia dan satu dari negara Asia Tenggara.  Mereka akan mencatat masalah terpinggirkan di sepanjang perjalanan mereka dan menyajikannya dalam bentuk karya seni.

Biennale Jogja sendiri merupakan event seni yang menjadikan Yogyakarta salah satu pusat seni rupa kontemporer. Diselenggarakan sejak 1988,  acara tersebut mampu menarik minat para kurator dan direktur museum dari banyak negara. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co