Kala Nyawa WNI Menggantung di Ujung Laras Senjata Mujahidin Irak

06 Januari 2021 12:35

GenPI.co - Dua Warga Negara Indonesia (WNI) pernah berada di situasi paling mencekam dalam hidupnya. 

Kematian terasa begitu dekat ketika keduanya tiba-tiba diculik oleh Mujahidin Irak.

BACA JUGA: Novel ini Diramu dengan Sempurna, Pembaca Dijamin Tersihir

Dua WNI itu ialah reporter Metro Tv, Meutya Hafid dan juru kamera yang mendampinginya, Budiyanto. 

Kisah tersebut diabadikan dalam sebuah buku berjudul 168 Jam Dalam Sandera.

Kisah mencekam ini terjadi pada 2005 lalu. Semua bermula ketika Meutya dan Budiyanto ditugaskan untuk meliput pesta demokrasi pertama di Irak.

Siapa sangka tugas liputan ini mungkin akan menjadi cerita hidup yang akan dikenang sepanjang masa.

Sesampainya di Baghdad, Irak rombongan Meutya, Budiyanto dan seorang pemandu bernama Ibrahim singgah ke SPBU di sana.

Tepat di SPBU tersebut, rombongan mereka bertemu dengan kelompok Mujahidin Irak.

Kelompok ini, dalam istilah pemerintah Amerika Serikat merupakan gerilyawan pemberontak yang suka meledakkan bom di titik-titik tertentu.

Mendapati ada orang asing di wilayahnya, kelompok itu lantas melakukan pengadangan. 

Meutya dan rombongannya pun kemudian menggiring rombongan itu ke sebuah goa di tengah gurun pasir.

Mereka kemudian  dicecar habis-habisan, dituduh afiliasi dengan Amerika Serikat, serta mata-mata asing.

Buku ini ditulis dengan cara yang luar biasa. Penggambaran akan peristiwa sandera begitu terasa. 

Pembaca seolah sedang bersama rombongan mereka yang terkena sial karena bertemu dengan gerilyawan pemberontak.

Keahlian Meutya dalam menulis ini memang tak perlu diragukan lagi. Sebagai seorang jurnalis andal, dia juga membagi cerita ini dalam beberapa sudut pandang.

BACA JUGA: Pertarungan Tak Kasatmata dalam Novel The Queen's Gambit

Cerita dari Don Bosco, yang saat itu menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Metro Tv juga dihadirkan. 

Selain itu, Juru Bicara Departemen Luar Negeri saat itu, Marty M Natalegawa juga menyumbang cerita yang tak kalah menarik.

Buku ini juga menyimpan kisah penting, bukan hanya ketegangan saja yang jadi jualan utama, melainkan juga sisi humanisme antara penyandera dan tersandera.

Buku ini tentu layak dibaca tidak hanya untuk jurnalis saja, tetapi juga semua orang.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co