Aku Puasa Ramadan di Korsel, Rinduku Tertinggal di Cepu

09 April 2021 22:50

GenPI.co - Kopi di atas meja belum juga aku nikmati, pikiranku masih terbagi antara senang dan sedih.

Senang karena sebentar lagi aku akan menuju Korea Selatan untuk bekerja di salah satu kapal.

BACA JUGA: Sambut Ramadan, Chelsea Islan Ajak Donasi Untuk Pemulung

Namun, sedih karena harus meninggalkan keluarga, rumah, teman, di saat bulan Ramadan.

Tentu ini menjadi pengalaman baru yang sangat aku tunggu-tunggu dan soal rindu, sudah menjadi hal yang pasti.

Hari keberangkatanku pun tiba. Belum juga sampai di Korea, aku sudah rindu dengan rumah dan keluarga.

Sesampainya di Korea Selatan, aku langsung berusaha untuk menyesuaikan diri di sana.

Namun, bekerja sambil berpuasa di Negeri orang ternyata tak semudah pikiranku.

Pasalnya, ibadah puasa di Korea Selatan lebih panjang dibandingkan di Indonesia.

Jika biasanya di Indonesia berpuasa 14 jam, di Korea Selatan bisa sampai 16 jam.

Tak hanya itu, salat Subuh yang biasanya jam setengah lima, di sana jam tiga pagi.

Namun, perlahan aku bisa menyesuaikan dan mulai terbiasa. Untungnya, aku tak terlalu bermasalah dengan makanan yang ada di tempatku bekerja.

Hal itu karena koki yang bekerja di tempatku juga berasal dari Indonesia.

Bahkan, koki di kapal kami kerap menawarkan menu-menu masakan tradisional dari Indonesia.

"Sudah bosan belum? Kalau bosan, kita ganti menu makanan," kata koki.

Dari sekian banyak masakan yang pernah dibuat, yang paling istimewa menurutku ialah rendang dan opor ayam.

Uniknya, lontong pendamping opor dibuat dengan menggunakan botol plastik air mineral.

Selama menjalani puasa di Korea Selatan, aku tak pernah sekali pun mendengar suara azan

Aku tentu rindu. Untuk mengatasi hal itu, aku pun memasang sebuah aplikasi azan di ponselku.

Aplikasi tersebut juga bermanfaat sebagai tanda bila azan Magrib sudah tiba.

Selain rindu azan, aku juga merasakan rindu kepada banyak hal yang ada di kampung halaman, Cepu.

Seperti judul novel Eka Kurniawan, "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas", aku pun menyuarakan semua rinduku melalui video call.

Namun, aku rasa, tak ada rindu yang tuntas hanya melalui tatap dari video call.

Setidaknya, rindu sedikit terobati dan membuat senang hati.  Selain rindu, situasi yang paling berat saat berpuasa di negeri orang ialah menahan nafsu saat bekerja.

Terlebih aku bekerja bagian kamar mesin kapal, panas dan sumpek sudah menjadi teman setia saat di sana.

Bahkan, pernah suatu hari, suhu ruangan di kamar mesin mencapai  40 derajat.

BACA JUGA: Menjalani Ramadan di Negeri Paman Sam, Aridha Rindu Suara Azan

Namun, dengan niat berpuasa dan bekerja, alhamdulillah aku mampu menghadapi semua itu.

Dari sini aku menyadari bahwa puasa yang paling nikmat, ialah puasa bersama orang-orang yang kita cintai dan sayangi.

(Naufal Iqbal Sadewa, 23 Tahun, Cepu, Jawa Tengah)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Andi Ristanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co