Imbas Corona di Bisnis Transportasi, Solusi Agar Tak Sampai PHK?

04 April 2020 20:47

GenPI.co - Imbauan di rumah saja untuk memutus rantai penyebaran virus corona (covid-19) telah memengaruhi sejumlah bisnis, termasuk jasa transportasi umum.

Djoko Setijowarno, Ketua bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat berharap pemerintah bisa memberikan bantuan, agar pelaku usaha transportasi bisa mempertahankan bisnisnya.

“Di saat, bisnis angkutan umum terimbas covid-19, hendaknya pemerintah dapat menyiapkan program recovery bagi bisnis transportasi umum,” kata Djoko dilansir dari rilisnya, Kamis (2/4/2020).

BACA JUGA: Cegah Corona: Jelang Ramadan, Adu Cepat Mudik vs Kebijakan Jokowi

Ia berharap Angkutan Bus Antar kota Antar Provinsi (AKAP), angkutan travel atau Angkutan Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP), taksi regular (konvensional), Angkutan Bus Pariwisata dapat diberikan program bantuan recovery, demi keberlangsungan bisnisnya.

“Minimal setiap pekerja transportasi umum itu mendapat bantuan bulanan setara UMK salama 3 bulan-6 bulan ke depan. Setiap bulan dapat dievaluasi. Jangan sampai bisnis angkutan umum ini gulung tikar, maka negara lah yang akan merugi nantinya,” papar Djoko.

Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional

Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

BACA JUGA: Senangnya! Token Gratis Sudah Bisa Diperoleh, Akses www.pln.co.id

“Namun regulasi tersebut tidak berpihak pada pengusaha angkutan umum, sehingga tidak memberikan solusi aman bagi keberlangsungan bisnis transportasi umum,” kata Djoko.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan dinilai tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit kurang Rp 10 miliar yang harus dibantu.

“Yang diminta pengusaha transportasi umum adalah penundaan kewajiban, bukan meminta tidak membayar utang. Hilangkan saja batasan Rp 10 miliar itu, jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum,” katanya.

Berapa pun pinjamannya tetap butuh kebijakan. Mengingat semakin besar pinjamannya juga berarti semakin banyak yang bernaung di perusahaan tersebut.

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat lebih besar dampaknya.

“Dengan kondisi sekarang, para pengusaha transportasi umum cukup dipusingkan memikirkan nasib pekerja yang harus di-PHK. Apa tidak lebih baik kasih napas buat semuanya supaya bersama-sama mempertahankan untuk semua pula,” usul Djoko.

Apalagi, ujarnya, Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pembatasan Penggunaan Moda Transportasi untuk Mengurangi Pergerakan Orang dari dan ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Selama Masa Pandemik Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).

Surat ini, ujarnya, hanya memberikan rekomendasi bagi operator transportasi umum untuk membatasi layanan dan perpindahan orang di wilayah Jabodetabek serta dari dan ke wilayah Jabodetabek.

Djoko mengatakan, tidak masalah jika suatu saat pemerintah akan menutup akses angkutan umum antar-provinsi, dan itu mudah dilakukan karena ada organisasi yang menaunginya, yaitu Organda.

“Namun pemerintah, harus memberikan kompensasi bagi pengusaha angkutan umum itu sebagai wujud negara hadir dan berpihak pada layanan transportasi umum. Selain negara hadir, juga sebagai pembeda antara bisnis angkutan umum yang tidak mau berbadan hukum dan yang mau berbadan hukum,” kata Djoko. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Linda Teti Cordina

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co