GenPI.co - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk masih empot-empotan karena saldo utangnya mencapai USD 2,2 miliar atau sekitar Rp 31,9 triliun per 1 Juli 2020.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan, saldo utang tersebut salah satunya adalah pinjaman jangka pendek sebesar USD 905 juta.
BACA JUGA: Garuda Kempang Kempis, Bisnis Penerbangan Baru Bisa Pulih 2022
Sementara itu, pinjaman jangka panjang yang dimiliki Garuda Indonesia mencapai USD 645 juta.
Dari nominal pinjaman jangka panjang itu, sebanyak USD 500 juta merupakan pinjaman sukuk.
“Sudah kami negosiasi dan extend (perpanjang) selama tiga tahun yang seharusnya jatuh tempo 3 Juni 2020, menjadi 3 Juni 2023,” kata Irfan, Selasa (14/7).
Irfan menambahkan, arus kas (cash flow) yang tersisa di Garuda hanya sebesar USD 14,5 juta atau Rp 210 miliar.
Oleh karena itu, manajemen harus melalukan berbagai langkah demi menyeimbangkan neraca keuangan.
Saat ini Garuda sudah melakukan rekonsiliasi personalia 800 pegawai yang berstatus perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) diberikan cuti luar tanggungan (unpaid leave).
Selain itu, Garuda juga melakukan pensiun dini. Pegawai yang berusia di atas 45 tahun diizinkan mengambil pensiun.
“Sampai saat ini hampir 400 orang yang bersedia secara sukarela menerima program pensiun dini,” kata Irfan.
Manajemen juga melakukan pemotongan gaji sebesar 10-50 persen. Kebijakan itu berlaku untuk level staf, jajaran direksi maupun komersial.
BACA JUGA: 800 Karyawan Garuda Indonesia Dirumahkan
Pegawai yang memiliki jabatan makin tinggi menerima pemotongan gaji (take home pay/THP) kian besar. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News