GenPI.co - Ekonomi digital bisa menjadi tulang punggung perekonomian negara. Semenjak dunia dikagetkan dengan pandemi covid-19, perdagangan secara offline harus tiarap yang turut memengaruhi perputaran uang menjadi mandek.
Transaksi digital mengambil porsi lebih banyak dalam situasi pandemi. Bahkan sebelum kedatangan virus corona, perkembangan teknologi yang kian masif pun mengajak masyarakat untuk akrab dengan digitalisasi.
Mau tidak mau, jalan menuju cashless society atau mayarakat nontunai juga perlu dipercepat. Akselerasi cashless society bisa dengan memanfaatkan penggunaan dompet digital.
Bedasarkan hasil survei Kadence International Indonesia mengenai Studi Perilaku Penggunaan Pembayaran Digital dan Layanan Keuangan di Indonesia, Bandung termasuk pengguna terbesar dompet digital yakni OVO.
Owner Roti Eneng, Sarah Diana menyebut pembayaran digital membawa pengaruh positif terhadap usaha kuliner yang dijalankannya. Sudah lebih dari 3 tahun menerapkan pembayaran digital, Sarah merasakan imbas dari sisi pendapatan.
"Karena ada kenaikan penjualan. Apalagi dari OVO kan sering memberikan promo-promo," tuturnya saat dihubungi GenPI.co, Selasa (26/10/2021).
Di tengah pandemi, ia mengaku lebih ramai pembeli melalui aplikasi ketimbang orang datang langsung ke gerainya.
"Waktu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) itu sangat terbantu dengan adanya aplikasi yang bayarnya bisa online juga," jelasnya.
Sarah menambahkan, pembayaran digital memberi kemudahan dalam hal transaksi, khususnya untuk pelaku usaha.
Head of Corporate Communications OVO, Harumi Supit mengatakan, pihaknya mengadopsi strategi ekosistem terbuka dan model terintegrasi untuk menciptakan lanskap pembayaran digital dan layanan keuangan yang inklusif.
Menurut Harumi, hal tersebut menjadi bagian paling penting dari transformasi pembayaran digital uang inklusif.
"Kami berkomitmen untuk menjawab kebutuhan pengguna. Kami berharap dapat mengatasi kesenjangan pada ekosistem keuangan di Indonesia," ujarnya dalam keterangan resmi.
Ke depannya, OVO berupaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang demi mencapai literasi dan inklusi keuangan yang jauh lebih baik.
Mengikis kesenjangan digital
Sementara itu, Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung, Eric M. Atthauriq menjelaskan, dalam kurun waktu setahun ini pembayaran digital di Kota Bandung mengalami lonjakan.
Berbeda jika dibandingkan pada saat 3 tahun lalu yang mana potret kesenjangan digital dinilai lebih tampak jelas.
"Dampak dari pandemi ini akhirnya pembayaran nontunai menjadi sebuah kebutuhan," ucapnya kepada GenPI.co, Senin (18/10/2021).
Dari sisi regulasi, pemerintah pun terus berupaya menerapkan cashless untuk belanja daerah.
"Jadi, kita masih butuh penyesuaian diri untuk mengarah ke cashless. Ini soal kebiasaan, terutama bagi orang tua. Karena kalau anak-anak muda kan sudah sangat familiar dengan pembayaran digital," tuturnya.
Lebih lanjut, pada triwulan I 2021 Bank Indonesia mencatat perkembangan transaksi nontunai di Jawa Barat menunjukkan perbaikan signifikan menjadi 26,37 persen (yoy).
Transaksi nontunai di Jawa Barat mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan ekonomi Jawa Barat dan meningkatnya preferensi masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai di masa pandemi.
"Implementasi elektronifikasi atau digitalisasi pembayaran ini dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Jawa Barat sekitar 11 - 14 persen," ujar Kepala Bank Indonesia Jawa Barat, Herawanto dalam acara Festival Ekonomi Digital Indonesia (FEKDI) di Bandung, Senin (5/4/2021).
Menopang perekonomian
Dalam iklim pandemi, pembayaran digital sangat praktis digunakan seperti QRIS dan dompet digital, yang bisa dipakai untuk transaksi di toko offline maupun toko online.
Ketua Bidang II Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Bandung Koordinator Jawa Barat, Acuviarta Kartabi menuturkan, pertumbuhan transaksi digital sangat tinggi yakni di atas 30 persen rata-rata per bulan, bahkan di bulan-bulan tertentu bisa naik 100 persen.
Menurut Acuviarta, Jawa Barat merupakan pasar sekaligus konsumen ekonomi digital yang besar.
"Ekosistem digitalnya sangat mendukung mulai dari sarana, teknologi, dan jaringan yang tumbuh pesat," ujarnya kepada GenPI.co, Selasa (19/10/2021).
Transaksi digital, imbuhnya, lebih banyak terjadi di marketplace karena dapat memangkas biaya pemasaran dan operasional. Belanja online di Jawa Barat saja mencapai 13,3 juta orang dan 787 penjual di marketplace pada triwulan II 2021.
"Itu ada transaksi digital menggunakan dompet digital, kartu kredit, debit, sampai virtual account. Sangat potensial," bebernya.
Digitalisasi pembayaran tersebut juga ikut berperan menopang perekonomian selama pandemi.
"Di saat toko-toko offline tutup, transaksi masih berjalan. Tidak terbayangkan bagaimana kita bisa menghadapi pandemi jika tidak ada pembayaran digital," ujarnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News