Curhat Para Pedagang Pasar Beringharjo Yogyakarta, Duh

17 Januari 2022 12:13

GenPI.co - Penjual busana perlengkapan pengantin, tari, dan baju adat di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, rugi besar selama pandemi covid-19.

Selain penutupan Pasar Beringharjo, acara pernikahan dan pagelaran tari pun terhenti selama pandemi covid-19.

Menurut pedagang baju adat di Pasar Beringharjo Dian Nilla, omzet selama pandemi berkurang hingga 70 persen.

BACA JUGA:  Usai Gempa Guncang Pandeglang, Pedagang Toko Kelontong Ini Santai

Dian menjelaskan, jumlah biasanya tamu acara pernikahan mencapai ratusan. Pengantin pun bisa berganti pakaian.

“Sekarang yang laku hanya kebaya putih untuk pernikahan skala kecil,” ujarnya kepada GenPI.co, Minggu (16/1).

BACA JUGA:  Gibran Rakabuming Kena Semprot Ibu-ibu Pedagang, Duh!

Dian mengaku mengakalinya dengan berjualan secara daring. Hasilnya pun lumayan.

“Walaupun masih tak seramai dulu, berjualan secara daring bisa sedikit menghasilkan,” katanya.

BACA JUGA:  Pedagang Pasar Legi Beri Masukan, Kementerian PUPR Mendengarkan

Perempuan 40 tahun itu mengaku bisnisnya mulai kembali bangkit dalam lima bulan terakhir.

“Sekarang sudah mulai menggeliat selama beberapa bulan terakhir atau saat pemerintah sudah mulai membuka pembatasan kegiatan masyarakat,” ungkapnya.

Namun, tak semua jenis barang dagangan laku. Menurut Dian, produk yang mulai laris hanya kain batik.

“Untuk pernak-pernik pernikahan dan perlengkapan tari belum banyak yang beli. Kami masih butuh usaha keras untuk jualan barang ini,” ungkapnya.

Selain itu, pembukaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas juga memberikan dampak positif kepada bisnis yang dia ambil alih sejak tiga tahun lalu itu.

Setiap Kamis Pahing atau 35 hari sekali, anak-anak sekolah dan pegawai negeri sipil (PNS) diwajibkan memakai baju adat khas Kota Yogyakarta.

Tradisi itu dilakukan untuk memperingati hari perpindahan keraton dari Ambar Ketawang ke keraton sekarang.

Oleh karena itu, Kamis Pahing dianggap sebagai hari berdirinya Keraton Yogyakarta.

“Jadi, mulai banyak yang cari kain, kebaya, baju lurik, dan belangkon. Hal ini juga ditujukan agar tradisi lokal Kota Yogyakarta tak lekang dimakan zaman,” papar Dian. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co