Indonesia Tak Masuk Pasien IMF, Pengamat Ekonomi Sebut Ada Pengaruh dari Jokowi

14 Oktober 2022 16:40

GenPI.co - Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya Rosdiana Sijabat bersyukur Indonesia tidak termasuk dalam 28 negara yang disebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi "pasien" International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional.

Rosdiana mengakui, meski banyak negara terancam kolaps, Presiden Jokowi tetap optimis dengan ekonomi Indonesia yang terus membaik, dan menjadikan landasan kuat buat Indonesia untuk tidak menjadi pasien IMF seperti negara-negara lain.

"Menurut saya adalah sesuatu yang bagus. Kami tahu kira-kira 50-an negara itu kinerja ekonominya sudah melambat, ada banyak negara yang mengalami hiper inflation inflasi yang di atas 100% dan terakhir kita mendengar bahwa ada sekitar kurang lebih 28 negara ini sudah siap-siap minta tolong kepada IMF," kata Rosdiana saat dihubungi, Jumat (14/10/2022).

BACA JUGA:  Beredar Kabar Reshuffle Kabinet, Jokowi Butuh Menteri Loyal dan Solid

Selain itu, juga dipengaruhi oleh optimisme dari Presiden Jokowi menciptakan rasa confidence yang ditangkap sebagai sinyal positif oleh para pelaku pasar, bahwa Pemerintah Indonesia melakukan antisipasi-antisipasi ekonomi yang baik di tengah situasi global tidak terlalu baik.

Rosdiana berharap, para menteri di kabinet Jokowi menyambut optimisme presiden dengan melakukan langkah cepat dalam mengantisipasi terhadap ancaman krisis global.

BACA JUGA:  Penggugat Ijazah Palsu Jokowi Resmi Jadi Tersangka Penistaan Agama

"Ini harus disambut oleh para menteri supaya sama-sama menyiapkan antisipasi, bahwa apapun sebenarnya bisa terjadi tetapi komitmen kita adalah komitmen pemerintah adalah bagaimana kita tidak menjadi pasien dari IMF," tegasnya.

Menurut akademisi itu, situasi saat ini tidak baik di tengah kondisi Rusia dan Ukraina yang tidak jelas, kemudian dampak pandemi selama kurang lebih 3 tahun ini juga tidak terlalu baik untuk berbagai negara, serta ancaman inflasi selalu menjadi ketakutan tersendiri karena harga komoditas pangan, harga energi di tingkat internasional terus naik dan itu membuat tekanan inflasi.

BACA JUGA:  Penggugat Ijazah Palsu Jokowi Ditangkap, Polri Amankan Konten YouTube Gus Nur

"Nah yang menjadi problem adalah banyak negara, terutama di negara-negara maju juga mengalami inflasi yang tinggi dan ini tidak baik bagi negara-negara emerging country dan juga negara Indonesia. Sehingga trend pengetatan suku bunga yang dilakukan bank sentral di berbagai negara, misalnya di Amerika serikat dan di Eropa itu juga akan berdampak kepada Indonesia," katanya.

Dia juga menambahkan tetapi ketika presiden mengatakan tidak akan menjadi pasien IMF, ada dasar fundamental ekonomi makro yang relatif baik yang dimiliki.

Rosdiana mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai dari kuartal 4 2021 itu sudah di 5% atau secara konsisten 5,2%, kemudian di kuartal 1 tahun ini tercatat 5,1% kemudian 5,44. Artinya, pemerintah punya kepercayaan diri bahwa Indonesia bisa terhindar dari perambatan kinerja perekonomian dan juga berbagai kebijakan moneter dan fiskal yang dikombinasikan pemerintah.

"Hal lain yang memungkinkan juga pemerintah percaya diri bahwa sebenarnya di tengah kondisi global yang tidak baik ini perekonomian Indonesia itu sangat ditopang oleh kekuatan ekonomi domestik, yaitu yang mana sekitar 50% PDB kita itu ditopang oleh konsumsi rumah tangga," jelasnya.

Dia membeberkan ekspor Indonesia merupakan salah satu bentuk independensi dengan perekonomian global itu sekitar 30% dari PDB.

"Jadi sebenarnya meskipun aktivitas perekonomian kita secara global itu intens tetapi hal yang terjadi secara internasional sebenarnya tidak terlalu berdampak tajam ke dalam perubahan kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia," tandas Rosdiana.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co