Pungutan Ekspor CPO Tinggi, Arief Poyuono Beri Sorotan Tajam

04 Mei 2023 10:20

GenPI.co - Arief Poyuono memberikan sorotan tajam terkait pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang tinggi.

Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) untuk periode 1–15 Mei 2023 berada di angka US$955,53/MT.

Harga tersebut diketahui menguat sebesar US$22,84/MT atau 2,45 persen dari harga referensi CPO periode 16–30 April 2023 lalu yang berada di US$932,69/MT.

BACA JUGA:  Harga Kelapa Sawit Turun, Pengumpul Rugi Jutaan Rupiah

Tak berhenti sampai situ, pemerintah juga mengenakan Bea Keluar CPO sebesar US$124/MT dan Pungutan Ekspor (PE) CPO sebesar US$100/MT untuk periode 1–15 Mei 2023.

Hal tersebut pun turut menyita perhatian Arief Poyuono selaku Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI).

BACA JUGA:  Penyesuaian Tarif CPO Beri Keadilan Industri Kelapa Sawit Rakyat

Arief menilai, dengan sudah dikenakannya Bea Keluar CPO yang cukup tinggi tidak perlu dilakukan pungutan ekspor CPO.

Pasalnya, PE CPO ini akhirnya oleh Perusahaan pemilik PKS dan para trader CPO dibebankan pada harga TBS Petani Sawit dan juga Harga TBS Perusahaan Kebun Sawit.

BACA JUGA:  Pabrik Kelapa Sawit Bawa Angin Segar Iklim Investasi

"Jutaan petani sawit saat ini merugi akibat jatuhnya harga TBS petani yang disebabkan oleh bea keluar dan pungutan ekspor CPO yang begitu tinggi," beber Arief dari rilis yang diterima GenPI.co, Kamis (4/5).

Arief pun membeberkan data mengenai dampak Pungutan Ekspor CPO terhadap harga TBS Petani di Pabrik Kelapa Sawit (PKS), di mana pada minggu pertama April 2023 lalu masih di harga rata-rata sekitar Rp 2.400-2.700/kg.

Kemudian harga TBS petani sawit bermitra anjlok menjadi rata-rata Rp 2.100-2.200, dari sebelumnya rata-rata Rp 2.600-2.950/kg.

"Dan untuk harga TBS Petani Swadaya (mandiri), di beberapa Provinsi sawit seperti Sulawesi Selatan, Riau Kaltara Kalbar, Sulbar, Sultra, Papua dan beberapa provinsi lainnya, harga TBS sawit Petani Swadaya di PKS sudah anjlok diharga Rp 1.650-Rp1.800/kg. Penurunannnya sangat jauh bila dibandingkan awal April lalu yang masih bertengger di harga Rp 2.200-2.350/kg,” tambah Arief.

Arief menyebutkan, tentu saja ini sangat merugikan petani sawit yang mandiri maupun petani plasma dan bisa berdampak buruk bagi macetnya pembayaran kredit ke perbankan oleh para petani sawit, begitu juga angsuran kredit oleh Perusahaan Perkebunan Sawit yang mana mayoritas dana investasinya diperoleh dari perbankan.

"Sementara di sisi biaya produksi rata-rata telah meningkat bersamaan dengan peningkatan lainnya dalam biaya pupuk, biaya perawatan tanaman, biaya tenaga kerja, kekurangan pupuk dari curah hujan yang tinggi, kerugian akibat banjir, perbaikan batu dan jalan, penanaman kembali, dll," ucap Arief Poyuono.

Berangkat dari hal itu, APPKSI meminta kepada Presiden Jokowi untuk mencabut PE CPO yang menilbulkan kerugian bagi petani sawit.

"Karena itu Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia meminta kepada Presiden Jokowi untuk mencabut pungutan Ekspor CPO yang membuat kerugian bagi masyarakat sawit di luar pulau Jawa yang mana hidupnya banyak bergantung pada industri sawit Indonesia," ujarnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cosmas Bayu

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co