GenPI.co - Menyatukan mereka yang mampu mendengar dengan mereka yang tak bisa mendengar, itulah prinsip Komunitas Handai Tuli. Dengan begitu, maka rasa untuk saling memahami satu sama lain, akan begitu terasa. Itu harapannya.
Bermula dari Rully Anjar, salah satu pencetus komunitas Handai Tuli. Ia hanya ingin membangun sebuah wadah untuk menyatukan mereka yang mampu mendengar dan mereka yang tak dapat.
Sekat itu pun berhasil disatukan melalui beragam kegiatan yang humanis dan edukatif.
Untuk mewujudkan mimpi ini, Rully yang mampu mendengar merangkul 3 rekan tuli yakni Surya Sahetapy, Ricendy Januardo, Adhi Kusumo Bharoto, dan 1 orang dengar, Silva Tenrisara Pertiwi Isma, untuk bergandengan tangan membawa sebuah kesetaraan yang manis sesuai motto "Saling Berbagi & Saling Memahami".
“Kami belum memiliki anggota, saat ini hanya merekrut relawan. Untuk relawan ini kami terbuka bagi siapa saja yang ingin berkontribusi. Jadi relawan kami ada yang dengar dan Tuli,” ujar Rully kepada GenPI.co belum lama ini.
Mulai aktif sejak 30 Maret 2018 di Jakarta, Handai Tuli menerima 10 relawan pada awalnya. Saat ini makin bertambah seiring dengan kegiatan-kegiatan menarik yang dilakukan. Mereka yang terdiri dari lintas profesi dan usia ini memiliki 3 program menarik, yakni, Temu Sapa, Handai Berbagi, dan Handai Berkunjung.
Temu Sapa adalah pembuka pintu bagi masing-masing relawan. Format acara ini lebih santai dan banyak bermain. Karena tujuannya adalah mempertemukan orang Dengar dengan Tuli. Baik yang bisa bahasa isyarat maupun yang belum bisa sama sekali.
Mereka akan melakukan aktivitas diskusi dari hati ke hati agar tak terjadi asumsi.
“Biasanya setelah acara selesai, pertemanan mereka terus berlanjut. Kami membuat suasana sesantai mungkin supaya tidak canggung,” imbuh Rully.
Kegiatan Komunitas Handai Tuli di berbagai kesempatan (dok Handai Tuli)
Setelah mengenal dan memahami satu sama lain, forum ini pun memiliki visi untuk saling berbagi. Lewat program ini, mereka ingin menimba berbagai literasi ilmu dari pihak ketiga. Bisa dari museum, perusahaan multi nasional, hingga instansi pemerintahan.
Seperti belum lama ini, Handai Tuli berkolaborasi dengan MakeBlock, sebuah perusahaan robotik untuk mengajarkan coding dan merakit robot untuk anak Tuli usia 10-20 tahun. Edukasi di bisang teknologi ini pun membuat mereka senang dan tentu mendapat wawasan.
“Di acara bulan ini kami berkolaborasi dengan Jouska Indonesia untuk mengajarkan mengenai literasi keuangan. Dan kedepannya akan ada banyak acara kolaborasi dengan banyak pihak,” imbuhnya.
Baca juga:
Mute Area, Kedai Tuli Pertama di Wonosobo
Desa Bisu Tuli itu Bernama Bengkala
Untuk menambah pengetahuan seputar kebangsaan dan sejarah, mereka juga menjalankan program Handai Berkunjung. Program ini adalah kunjungan ke museum untuk mempelajari budaya baik secara nasional dan internasional bagi teman-teman tuli.
“Kita perlu untuk mengecek aksesibilitas lokasi. Karena sebagian besar tour guide mengaku canggung saat pertama kali dikunjungi oleh teman-teman Tuli. Maka dari itu sebisa mungkin kami akan berkunjung ke tempat-tempat umum lainnya,” terang Rully.
Kegiatan Komunitas Handai Tuli di berbagai kesempatan (dok Handai Tuli)
Untuk berkomunikasi dengan teman-teman Tuli, relawan di komunitas ini pun kompak mempelajari bahasa isyarat. Merekapun biasanya menggunakan pendekatan interaktif. Satu sama lain relawan dapat melebur.
Tak hanya itu, saat ini Handai Tuli telah melakukan kerjasama dengan tempat-tempat edukasi di Indonesia yang belum ramah disabilitas, untuk menawarkan fasilitas materi edukasi,
“Harapannya agar teman-teman tuli dapat mengakses ilmu,” tutup empunya komunitas Handai Tuli Rully Anjar.
Simak video menarik berikut:
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News