GenPI.co - Banyak psikoterapis setuju bahwa rasa malu adalah salah satu aspek yang paling merusak dari kekerasan seksual pada anak.
Rasa malu yang ditanggung anak bisa sangat menghancurkan, menciptakan luka yang akan bertahan seumur hidup.
Anak yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami kesulitan mengeksternalisasi pelecehan, yang menyebabkan mereka menyalahkan diri sendiri.
Mengubah keyakinan ini adalah salah satu tugas tersulit yang bisa dihadapi korban.
Sangat sulit untuk membiarkan anak menghadapi kebenaran tentang pelecehan seksual yang dia alami.
Tentu anak akan sulit menerima bahwa seseorang yang dia kenal baik dapat tega berbuat sedemikian rupa.
Mungkin juga sulit untuk memercayai ingatan tentang kekerasan seksual. Ingatan ini sering tidak jelas dan mungkin tampak sulit dipercaya, menyebabkan anak meragukan diri sendiri dan takut membuat tuduhan palsu.
Anak harus memahami bahwa apa pun situasinya, anak tidak melakukan kesalahan.
Anak tidak memicu pelecehan, anak tidak menggoda pelaku, dan anak tidak menyetujui pelecehan tersebut. Anak tidak dapat membuat pilihan.
Bagi anak yang sudah berhasil menerima kenyataan, ada satu langkah lagi yang perlu dilakukan.
Anak perlu membiarkan dirinya mengakui betapa dia telah menderita karena pelecehan seksual itu.
Trauma yang anak alami menyebabkan rasa sakit, ketakutan, dan kerugian yang luar biasa.
Anak perlu mengakui hal tersebut, mengidentifikasi rasa sakit, ketakutan, dan membiarkan dirinya mengekpresikan emosi yang terpendam. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News