GenPI.co - Cewek jomlo biasanya memang senang kalo ditaksir dan dikejar-kejar sama cowok. Tapi, kalau kita nggak suka sama cowok itu, jadi beda lagi ceritanya.
Waktu aku duduk di bangku SMA kelas 2, ada anak baru namanya Haris. Orangnya baik dan ramah banget. Entah emang aslinya ramah atau karena dia lagi modus.
Aku tahu Haris itu suka sama aku dari Ica, teman sebangkuku. Ica bilang, Haris sering nanya-nanya soal aku. Ia nanya di mana rumahku, apa hobiku, makanan kesukaan, pokoknya banyak deh. Apalagi coba namanya kalo bukan mau modus?
Sampai suatu hari, si Haris nyamperin aku pas kita udah mau selesai jam sekolah. Nggak pake basa-basi, dia langsung menawarkan diri mengantar aku pulang.
Kalau diantar sama cowok yang aku suka sih, mau-mau aja. Tapi aku masih ragu sama Haris. Akhirnya aku bikin alasan aja supaya dia mengurungkan niatnya
“Nggak usah deh, hari ini gue ada janji sama sepupu gue, mau main dulu,” kataku.
BACA JUGA: Astaga! Calon Imamku Ternyata…
Akhirnya aku tertolong dengan alasan itu. Tapi sayangnya itu cuma buat sementara aja. Besoknya, Haris datang lagi dengan tawaran seperti kemarin.
“Hari ini nggak ada janji sama siapa-siapa kan? Yuk balik bareng gue,” kata Haris.
Aduuhh gawat! Harus bilang apa lagi coba..
“Hmm.. yah gue lagi pingin naik bus nih,” duh kayak gak ada alasan lain lagi aja nih, maklum kepepet.
“Oh gitu, yah udah deh sampe ketemu yah,” kata Haris.
Huft.. untung aja dia nggak memaksa. Tapi kok dia bilang sampai ketemu? Ya, mungkin maksudnya sampai ketemu besok.
Aku pun pulang sendiri dengan menggunakan bus. Setelah itu, aku menyambung lagi dengan naik angkot.
Pas turun dari bus, aku kaget bukan main. Ada motor yang hampir menyerempet aku. Si pengendara pun langsung berhenti, dan membuka helmnya.
“Yuk, udah kan naik busnya. Sekarang gue anter ke rumah,” sapa Haris.
Astaga.. Salah banget tadi bikin alasan mau naik bus. Ternyata Haris udah tau rute rumahku. Dia juga ngikutin bus yang aku tumpangi, supaya bisa cegat aku pas turun dari bus.
“Hmm.. anu.. iya.. ya udah deh,” terpaksa deh aku mau diantar pulang sama Haris.
BACA JUGA: Sahabat, Kau Pergi Begitu Saja Setelah Meniduriku?
Di jalan, Haris mengajak aku ngobrol macam-macam. Bahkan, dia juga menawarkan untuk makan dulu, tapi nggak mau. Agak bete juga soalnya dicegat di pinggir jalan kayak tadi.
Akhirnya aku bilang sama Haris, kalau aku nggak suka naik motor. Dengan begitu, besok-besok dia nggak maksa nganterin aku lagi.
“Besok-besok nggak usah nganterin gue lagi ya, sebenernya gue nggak suka naik motor,” kataku.
“Gitu ya, oke deh,”kata Haris.
Ternyata, Haris belum nyerah. Keesokan harinya, dia bawa mobil supaya bisa anter aku pulang.
“Yuk gue antar. Gue bawa mobil nih,” kata Haris sambil narik tangan aku ke parkiran.
“Ih… apaan sih. nggak deh, gue mau balik bareng Ica. Dia mau main ke rumah gue. Lagian gue itu lebih suka naik kendaraan umum. Gue nggak suka naik mobil atau motor,” kataku dengan nada agak ketus.
Mudah-mudahan ini terakhir kalinya Haris maksa-maksa aku buat pulang bareng dia. Lagian kenapa sih dia nggak ngerti-ngerti kalau aku gak mau dianterin pulang sama dia.
Keesokan harinya, Haris tampaknya sudah menyerah. Setelah jam sekolah selesai, dia nggak mendatangi aku dan mengajak untuk pulang bareng. Aku pun bergegas pulang dan menuju halte bus.
BACA JUGA: Inilah Alasan Kenapa Lagu Nina Bobo Tidak Boleh Dinyanyikan
Sesampainya di halte, sudah ada bus yang menuju ke rumahku. Aku pun langsung naik dan duduk di bangku yang kosong. Bangku di sebelahku juga kosong.
Tiba-tiba ada Haris duduk di sebelahku!
“Lah.. ngapain lu?” tanyaku.
“Ya nganter lu balik. Kan katanya nggak mau naik motor, nggak mau naik mobil, maunya naik kendaraan umum. Yaudah, ini gue temenin lu naik kendaraan umum,” kata Haris sambil senyam-senyum nggak jelas.
“Apaan sih.. Kok lu nggak ngerti-ngerti sih. Gue itu nggak mau dianterin sama lu!” kataku sambil pindah ke bangku belakang.
Haris pun mengikuti aku pindah ke bangku belakang.
“Emang kenapa sih lu mggak mau banget gue anter pulang?,” tanya Haris.
“Ya nggak maul ah, nggak suka. Pokoknya gue nggak gamu diantar sama lo,” kataku dengan nada ketus.
“Ya udah deh, maafin gue. Besok-besok gue janji gak nganterin lu lagi. Tapi izinin gue nganterin lo hari ini yah,” kata Haris sambil memohon.
Aku hanya diam sambil melihat ke jendela bus. Aku sudah malas banget sama Haris. Semoga ini benar-benar yang terakhir kali dia anterin aku.
Keesokan harinya, aku benar-benar speechless. Haris memang nggak nganterin aku pulang dengan motornya, mobilnya atau nemenin aku naik bus. Tapi tebak, dia ngikutin aku pulang, dengan motornya.
Dari jendela bus, aku bisa lihat Haris di atas motornya. Dia mengikuti bus dan angkot aku sampai ke rumah. Terserah kamu deh, Ris, yang penting udah aku tolak yah!(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News