Aku Hanya Bisa Memeluknya, Tanpa Memberi Kepastian

28 Mei 2020 13:35

GenPI.co - Tony hanya mengempaskan pelan daun pintu di belakangnya setelah dia masuk lalu memeluk Fanny.

“Maaf, tadi aku terlambat,” kata Tony.

BACA JUGA: Manfaat Buncis Luar Biasa, Rugi Kalau Tidak Suka

“Aku hanya khawatir kau tak datang. Tiga minggu sudah terasa begitu menyiksa tanpamu,” jawab Fanny. 

“Kau bisa memegang kata-kataku jika itu sudah terucap, Sayang,” Tony mempererat pelukannya.

“Apa yang kau bilang kepada keluargamu untuk datang ke sini?” tanya Fanny ketika hari beranjak sore.

“Outbond dengan rekan-rekan sekantor,”

“Kadang merasa lelah juga kalau aku harus selalu saja mencari alasan ketika aku ingin bertemu denganmu. Kau tak pernah memikirkannya?” kata Fanny, sambil duduk di kusen jendela lebar yang sudah dibuka.

Dia menikmati sebatang rokok sambil menetralkan hawa di dalam kamar itu. Membuang pengap dan penat juga di hati dan pikirannya.

Tony menghentikan aktivitasnya. Sejenak memandangi Fanny dengan pandangan yang seolah-olah mampu mengatakan bahwa dia bosan dengan pembicaraan semacam itu.

Obrolan yang ujung-ujungnya pun diakhiri dengan omongan angkuh darinya untuk tak perlu dipikir berat hubungan mereka yang seperti itu.

Dia melanjutkan lagi mengepak barang, lebih memilih diam. Dia tahu jawaban bukanlah yang dicari Fanny saat ini.

“Nanti mau turun bareng aku atau bagaimana?” tanya Tony setelah dia kelar mengepak barang-barangnya.

“Tak berminat menjawab pertanyaanku barusan?” tanya Fanny, memandang Tony hanya dengan ujung mata.

Kepalanya tetap menghadap lembah yang hijau dengan perkebunan teh.

“Obrolan yang selalu sama dan berakhir dengan pertengkaran kecil kita untuk tiga minggu ke depan? Tidak!” jawab Tony, ringan tanpa beban.

Diam menaungi mereka, lagi. Kepulan asap dari rokok masing-masing yang menjadi juru cerita dalam diam.

“Aku bawa mobil sendiri. Aku harus menjemput saudaraku dulu di tempat kakek neneknya,” Fanny memecah kesunyian.

“Kita pulang sekarang saja kalau begitu. Ini sudah terlalu sore,” ujar Tony, beranjak setelah meletakkan puntung rokok sekenanya di asbak yang terletak di meja teras bawah mereka.

“Really, you never think how this situation will be?” gumam Fanny sekali lagi.

Dia beranjak, tetapi pandangan matanya masih pada lembah kebun teh yang sedang indah ditimpa cahaya senja.

Fanny membuang napas. Menutup jendela di depan mereka, lalu memeluk Tony erat.

“Aku tak mampu kalau harus menjanjikanmu dunia yang lebih besar dari dunia kecil yang kita miliki sekarang ini. Jika kita bisa sama-sama merasakan bahagia meski dengan keadaan seperti ini, kenapa kau harus terus-terusan terbebani dengan pikiran itu?” bisik Tony, mengusap punggung Fanny.

BACA JUGA: Dekat dengan Mama Raffi Ahmad, Sule: Tuhan Sudah Menetapkan

Fanny tak menjawabnya. Hanya mempererat pelukannya tanpa tahu harus berkata apa. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co