Aku Resah, Dilabrak Istri Sah saat Berkencan Basah

15 Oktober 2020 14:10

GenPI.co - KREK! Tiba-tiba bunyi derit pintu terdengar diiringi suara langkah kaki yang santai mendekat ke arah kamar. Ada resah yang menyergapku dan dibarengi dengan semangat menggebu-gebu.

“Kau terlambat!” ujarku sambil terus menatap ke arah cermin.

“Ah. Maafkan aku. Hari ini banyak schedule yang harus diselesaikan” sahutnya sembari melepas jas hitam.

“Bersihkan dirimu dan pakai pakaian yang ada di lemari. Kau tampak kusam,” perintahnya, sambil tersenyum kemudian mendekatiku.

“Aku sangat menyayangimu,” ujarnya seraya mencium pipi. Lantas dia menuju kamar mandi.

Angin yang berhembus terasa dingin sekali. Di atas balkon, aku berdiri mematung. Menikmati pemandangan kota di malam hari.

“Sedang apa di sini?” tanya Nick dari belakang sambil memeluk.

“Menyaksikan indahnya malam. Aku sangat kedinginan di malam yang indah ini” pelukan Nick kian erat. Sampai terdengar helaan napasnya yang harum.

“Sekarang bagaimana?” ia bertanya. Aku memegang tangan kekarnya yang melingkar di tubuhku.

“Terima kasih” ucapku pelan. Nick mencium pipiku dengan pelan.

“Apa ini?” tanyanya tiba-tiba sambil meraba raba leherku. Aku lantas melepaskan pelukannya dengan paksa.

“Bukan apa-apa. Ini hanya luka biasa” bantahku.

“Apa ini ulah Emily lagi?”

“Bukan..”

“Kumohon Alley. Jujurlah!” Nick memegang pundakku dengan erat. Tatapannya sangat dalam dan emosional. Kutundukkan pandanganku. Dan dengan terpaksa aku berkata.

“I.. Iya. Emily yang melakukannya,” setelah berkata demikian, Nick melepas genggaman di pundakku.

“Kurang ajar. Apa maunya? Harus aku peringatkan dia."

“Jangan! Kau tak perlu berbuat demikian. Aku mohon,” aku memelas padanya. Ia menatapku sembilu lalu memelukku erat.

“Maafkan aku. Seharusnya kau tak perlu merasakan ini setiap saat” aku tersenyum simpul sambil mengusap rambutnya.

“Kau tak usah meminta maaf. Ini bukan salahmu atau salah Emily. Ini salahku yang telah mencintaimu. Seharusnya aku tak ada dalam kehidupan kalian."

“Jangan berkata begitu. Kau bukanlah orang yang bersalah. Justru kau adalah korban. Korban dari kesalahan cintaku. Aku berjanji akan selalu menyayangimu, Alley. Camkan itu,” ucapan Nick lantas membuatku harus menitihkan air mata.

Meski aku tersenyum, air mata ini tak mampu berbohong. Aku sangat mencintai Nick, pria yang telah menikah dengan wanita lain, bernama Emily.

“Semalam itu sangat indah bukan?” ujar seseorang mengagetkanku. Saat kutengok, ternyata Emily.

“Emily? Sejak kapan kau.. di sini?” dia pun duduk di atas sofa merah sambil melepas topi lalu menyimpannya.

“Tak perlu aku menjawab pertanyaanmu itu. Yang perlu adalah jawaban darimu atas pertanyaanku tadi.”

Aku sedikit menunduk. Kemudian berjalan menuju lemari.

“Kenapa tidak menjawab? Apa harus aku ulangi lagi pertanyaannya?”

“Emily aku mohon, aku harus mengenakan pakaian. Kita bicarakan ini di luar” mendengar perkataanku, Emily sedikit menganggukan kepalanya dan melangkah ke luar dari kamar.

“Jadi? Apa jawabanmu?” Emily pun mendekat secara perlahan. Kedua tangannya memegang pinggangku.

“Alley, apa kau tahu. Kau adalah wanita yang sangat cantik dan kuat. Kesempurnaan melekat padamu. Tetapi, hatimu. Sangat tidak cantik. Bagaimana kau tega, merebut Nick dari aku yang tidak secantik dirimu?” Emily mengelus elus rambut lalu meraba wajahku.

“Kau tahu benda apa ini, yang melingkar di jari manisku? Ini adalah tanda yang Nick ikatkan padaku. Kau tahu. Kami sudah mempunyai seorang putra. Yang harus kami besarkan dengan cinta dan kasih sayang."

"Namun. Bagaimana jika dia tahu kalau ternyata ayahnya berkhianat? Tentu dia sangat kecewa, bukan? Apa kau setega itu. Alley?”

Aku hanya terdiam tak berkata sepatah kata pun. Emily melepaskan genggaman dan meraih tas lengannya lalu berjalan meninggalkanku.

“Aku harap kau paham Alley. Sangat berharap." suara pintu yang ia tutup terdengar penuh kebencian. 

Sekarang, aku benar benar merasa terganggu. Terusik. Dan terkoyak. Cinta ini memang tak seharusnya kurasakan. Sekejam itukah aku merusak dan melunturkan cinta yang telah dirajut oleh orang lain?

Perasaan ini jelas bersalah. Mengapa aku begitu egois, begitu keras kepala dan begitu bodohnya diperbudak cinta yang gelap ini?

Mungkin sudah saatnya aku akhiri cinta yang terasa pahit ini. Tanpa harus meninggalkan jejak dan bekas. Tanpa harus berurai air mata. Walau pada kenyataannya, air mata ini akan kembali mengalir.

“Nick. Sudah saatnya untukku pergi dan benar benar hilang dari cintaku ini padamu. Sudah saatnya pula untukmu, memperbaiki rajutan cinta dengan Emily."

"Tak perlu berkeluh apalagi menyerah. Jangan. Cintamu adalah milik Emily. Kehadiranku adalah sebuah kepahitan. Tak sepatutnya aku menganggu kalian."

“Aku akan melangkah menuju dunia yang baru. Dunia yang jauh dari perasaan yang bersalah ini."

“Dunia di mana cinta tak terasa pahit untukmu. Nick Fabians. Terima kasih." (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Irwina Istiqomah Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co