GenPI.co - Saat itu, dering telepon berbunyi dari seseorang yang pernah kumiliki dengan tanda hati di samping namanya terpampang di atas layar handphoneku.
Kukira ia telah menghilang, melebur, atau menguap menjadi asap. Kini ia mencoba menghubungiku setelah sekian lama. Setelah memberikanku secercah harapan akan masa laluku yang pernah suram.
BACA JUGA: Tak Dapat Gadis, Janda Pun Jadi
Kubiarkan ia berdering, tak kuhiraukan suara-suara yang berdengung kencang melewati syaraf telingaku. Sebab ia telah mengecewakanku, hanya demi seseorang yang berada di sisinya saat ini.
Mungkin ia yang merindu? Atau itu hanya imajinasiku?
Kedua kalinya dering telepon ini kian mengganggu, membuatku waras dan mengingat sesuatu. Dulu ia berjanji akan membawaku bersamanya kala lampu hotel meredup dan seisi ruangan menjadi gelap.
Ia berjanji akan meminang kala helaan nafasnya berhembus di samping telinga kecilku. Namun, ketika pagi tiba ia pulang dan menghilang. Tak pernah kembali lagi dan menyisakan darah dagingnya di dalam tubuhku.
Kala itu dunia menjadi sesuram neraka. Kutelan beberapa butir obat yang disarankan kerabat. Tapi nyatanya tak berhasil, ia tumbuh menjadi janin atas janji busuk yang telah ia ingkari.
Mengapa kau pergi meninggalkan kewarasanku? Kini dunia segila surga. Hanya tawa yang menemaniku dalam sedih yang berkepanjangan ini.
Walau mereka menyebut kewarasanku patut dipertanyakan, namun aku tahu imajinasiku tak pernah berhenti menyatakan.
BACA JUGA: Pesona Janda Beranak Dua Telah Butakan Akal Sehatku
"Kau ini waras dalam kegilaan"
Kupejamkan mata sejenak, kulihat layar smartphoneku yang mati sejak tahun lalu. Ternyata suara dering itu memang khayalan. Mungkin ini saatnya untuk meminum obat anti depresiku.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News