Meningkatkan Kembali Minat Baca yang Merosot

15 April 2019 09:03

GenPI.co – “Dunia adalah buku, dan mereka yang tidak bepergian hanya membaca satu halaman.” Begitu ujar Augustinus, seorang filsuf sekaligus  teolog  yang hidup pada tahun  354-430 M. Sayangnya, millennials saat ini juga kehilangan minat membaca. Budaya literasi tergeser oleh digitalisasi yang menulari segala aspek kehidupan.

Pertanyaan kemudian muncul. Lantas siapa yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kembali minat baca pada generasi ini?

Baca juga: Taman Bacaan Pelangi, Hidupkan Budaya Literasi untuk Anak-anak Indonesia Timur 

Prof. Rhenald Kasali, PhD, Guru Besar Universitas Indonesia (UI) mengatakan, yang paling dasar adalah keluarga terutama peranan seorang Ibu. Dari seorang Ibu muncul pemahaman dasar literasi terhadap anak, seperti kepekaan terhadap membaca, menulis, berfikir hingga merasakan. Jika tidak ada figur Ibu, maka harus ada orang lain yang mengajarkan anaknya.

“Kemudian Ibu guru. Kita butuh seorang guru yang tidak ingin cepat-cepat beralih ke halaman berikutnya. Tapi bagaimana menelaah sebuah bacaan secara lebih dalam,” ungkap Prof. Rhenald saat berbincang dengan GenPI.co, Jumat (12/4).

Ia menegaskan, lingkungan juga menjadi faktor penting menerbitkan minat baca. Dari lingkungan masyarakat, seseorang  akan mudah menyerap energi positif. Untuk itu, ia menghimbau agar di setiap lingkungan masyarakat memiliki perpustakaan umum yang menyenangkan bagi semua kalangan umur.

Untuk mengoptimalkan gairah membaca, Prof Rhenald juga menekankan peran penting pemerintah. Caranya antara lain dengan mengembsngkan kurikulum yang efektif untuk mendorong tujuan ini. Namun kurikulum yang dirancang tentu harus mengikuti kemampuan guru-guru dalam mencerna dan memahami.

“Pernah dicoba kurikulum 2013, yang menurut saya cukup baik, tetapi tidak tersampaikan dengan baik dan tidak dipahami oleh para pengkritiknya. Metode terbaik itu sangat bergantung pada kapabilitas guru dan juga kemauan masyarakat untuk belajar kembali tentang cara-cara baru,” terangnya.

Lebih lanjut, praktisi konomi itu menekankan kedangkalan membaca ini arus diatasi dengan srategi deep learning atau menelaah dengan dalam, dalam hal ini adalah membaca. Artinya membaca dengan dalam itu harus mulai ditanamkan mulai dari keluarga. Contohnya pada saat manusia lahir ia sudah diajarkan membaca alam lewat panca indera dan perasaannya, sehingga ia bisa merasakan kehangatan orang tuanya.

“Pada tahapan berikutnya ada higher level mulai bisa menghitung dan membaca. Di level ini ia akan mendapatkan komparasi yakni membaca dengan berdiskusi terhadap perspektif atau cara pandang orang lain. Sebelumnya dia diajari untuk belajar teori apa yang lebih cocok sampai dia nanti dapat komparasi dalam kehidupannya,” imbuh Rhenald.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co