Bahaya! Ada Ancaman Nyata dari Kutub Utara, Dunia Wajib Waspada

17 Juni 2021 09:38

GenPI.co - Ilmuwan yang memimpin ekspedisi terbesar ke Arktik telah memperingatkan bahwa pemanasan global mungkin telah melewati titik kritis yang tidak dapat diubah.

Penemuan ini menjadi yang pertama dari misi terbesar dunia ke Kutub Utara, dengan melibatkan sebuah ekspedisi berisi 300 ilmuwan dari 20 negara.

Salah satu peneliti bernama Markus Rex mengatakan bahwa para peneliti telah menemukan es Kutub Utara mundur lebih cepat dari sebelumnya.

BACA JUGA:  Riset Terbaru: Pemanasan Global Akan Terjadi Lebih Cepat

“Hilangnya es laut musim panas di Kutub Utara adalah salah satu ranjau darat pertama. Dan, pada dasarnya ini sudah memulai awal ledakan,” kata dia saat presentasi di ibu kota Jerman, Berlin, seperti dilansir dari Reuters, Kamis (17/6/2021).

Rex menambahkan para ilmuwan menemukan bahwa es Samudra Arktik telah mundur lebih cepat pada musim semi 2020 daripada sejak awal pencatatan.

BACA JUGA:  Ngeri! Begini Cara Orang Kaya Mengatasi Pemanasan Global

"Ketebalan es hanya setengah dan suhu diukur 10 derajat lebih tinggi daripada selama ekspedisi Fram yang dilakukan oleh penjelajah dan ilmuwan Fridtjof Nansen dan Hjalmar Johansen pada tahun 1890-an," jelasnya.

Lebih lanjut, menurut dia, karena permukaan es laut yang lebih kecil, lautan mampu menyerap lebih banyak panas di musim panas, yang berarti pembentukan lapisan es di musim gugur lebih lambat dari biasanya.

BACA JUGA:  Terjadi Kebakaran Hutan di Kutub Utara, Kok Bisa?

“Hanya evaluasi di tahun-tahun mendatang yang akan memungkinkan kita untuk menentukan apakah kita masih dapat menyelamatkan es laut Kutub Utara sepanjang tahun melalui perlindungan iklim yang kuat ini," tegas Rex.

Sedangkan, Stefanie Arndt, sebagai peneliti yang mengkhususkan diri dalam fisika es laut, menyampaikan bahwa mengetahui ini menyakitkan artinya ini bisa jadi generasi terakhir yang dapat mengalami Arktik yang masih memiliki lapisan es laut di musim panas.

“Penutup es laut ini secara bertahap menyusut dan merupakan ruang hidup yang penting bagi beruang kutub,” ungkap Arndt.

Adapun, untuk melakukan penelitian, empat lokasi pengamatan didirikan di atas es laut dalam radius hingga 40 kilometer (25 mil) di sekitar kapal misi Polarstern.

Di antara data yang dikumpulkan adalah sampel air dari bawah es untuk mempelajari plankton tanaman dan bakteri dan lebih memahami bagaimana fungsi ekosistem laut dalam kondisi ekstrim.

Lebih dari 100 parameter diukur hampir terus menerus sepanjang tahun.

Kelimpahan informasi lalu dimasukkan ke dalam pengembangan model untuk membantu memprediksi seperti apa gelombang panas, hujan lebat, atau badai dalam 20, 50, atau 100 tahun.

Ekspedisi ini menghabiskan senilai $165 juta yang dimulai sejak bulan Oktober lalu setelah 389 hari melintasi Arktik.

Para peneliti juga membawa pulang bukti kehancuran dari Samudra Arktik yang sekarat dan peringatan musim panas yang bebas es hanya dalam beberapa dekade. Itu juga membawa kembali 150 terabyte data dan lebih dari 1.000 sampel es.

Data yang dikumpulkan selama ekspedisi termasuk pembacaan di atmosfer, laut, es laut dan ekosistem.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co