GenPI.co - Sudah dua hari sejak Zarmina, suaminya, dan dua anak mereka mencoba melewati keamanan ketat di bandara Kabul.
Mereka ingin melarikan diri dari Afghanistan menyusul pengambilalihan ibukota secara dramatis oleh Taliban dan kembalinya kelompok itu ke kekuasaan.
Suara Zarmina tercekat saat mengingat kejadian beberapa hari terakhir. Dia menyebut kondisi tempat itu panik luar biasa saat Pasukan AS berupaya mengendalikan kerumunan pengungsi.
Ketika petugas keamanan membidik kerumunan untuk menahan kekacauan, pasangan itu menyingkir dari sana.
“Peluru mendarat di kiri dan kanan,” kata Zarmina kepada Arab News pada hari Minggu (22/8) dari luar bandara.
Mereka memutuskan untuk pulang untuk memastikan keselamatan putra mereka yang berusia delapan bulan dan putri yang umurnya lima tahun.
Dia mengatakan upaya petugas membubarkan massa menggunakan air mata tidak membuahkan hasil. Massa kadung nekat demi menghindari Taliban dan pergi dari tanah air mereka.
“Bayi menjerit, beberapa orang terluka di depan mata kami, kami berpikir untuk pergi sebelum terbunuh atau terluka,” kata Zarmina.
Dia bahkan menyebut Bandara kabul telah menjadi tempat terkejam saat ini dari tempat manapun di Afghanistan.
“Ini seperti neraka kecil. Saya akan menggambarkannya seperti bunuh diri,” katanya,
Saat mereka menunggu taksi untuk membawa mereka pulang, tersiar kabar tentang tujuh orang tewas dalam penyerbuan dan penembakan di dalam bandara.
Sejak 15 Agustus, otoritas bandara itu menyebut bahwa korban tewas menjadi 22 orang .
Menurut pernyataan resmi dan laporan media, setidaknya 28.000 orang telah dievakuasi sejauh ini.
Zarmina sendiri menolak memberi tahu ke negara mana mereka akan mengungsi.
Namun karena Zarmuna adalah karyawan sebuah organisasi barat, dia dan keluarganya memenuhi syarat untuk dievakuasi. (ArabNews)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News