GenPI.co - Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Selasa (27/12) mengancam massa protes antihijab dengan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menunjukkan belas kasihan terhadap lawan.
Ancaman itu dia tujukan untuk merespons gelombang protes dan kerusuhan yang mengguncang negeri itu lebih dari 100 hari setelah tragedi kematian Masha Amini.
Gadis Iran-Kurdi, 22 itu setelah meninggal dalam tahanan karena dugaan pelanggaran aturan berpakaian ketat untuk wanita.
Berbicara kepada kerumunan di Teheran, Raisi menuduh orang munafik, monarkis, dan semua arus anti-revolusioner.
Presiden ultrakonservatif itu hadir pada prosesi pemakaman tentara tak dikenal yang tewas selama perang delapan tahun pada 1980-an dengan negara tetangga Irak.
"Pelukan bangsa terbuka untuk semua orang, tapi kami tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada mereka yang bermusuhan,” tegasnya sebagaimana dikutip dari AFP.
Pejabat Iran mengatakan ratusan orang telah tewas dalam gelombang protes yang melanda negeri itu.
Para korban termasuk anggota pasukan keamanan, dan ribuan telah ditangkap secara nasional.
Kelompok-kelompok hak asasi asing telah menyebutkan jumlah korban di antara pengunjuk rasa lebih dari 450 orang.
Sebelumnya pada awal Desember, Iran mengeksekusi dua orang sehubungan dengan protes tersebut.
Pengadilan mengatakan sembilan orang lainnya telah dijatuhi hukuman mati, dua di antaranya telah diizinkan untuk diadili ulang.
Para pegiat mengatakan sekitar selusin terdakwa lainnya telah didakwa dengan pelanggaran yang dapat membuat mereka menerima hukuman mati.
Pejabat Iran menuduh kekuatan asing yang bermusuhan, termasuk Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, memicu kerusuhan.
“Mereka bertujuan untuk menggagalkan masyarakat Islam dari cita-citanya yang tinggi dengan "menyebarkan desas-desus dan memecah belah masyarakat", kata Raisi.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News